Senin, 17 Desember 2012

Universal Banking & Perbankan Syariah



Penulis: Merza Gamal (Pengkaji Sosial Ekonomi Islami)



Sejak tahun 1970-an, perbankan syariah telah muncul sebagai suatu kenyataan yang baru di dunia keuangan internasional. bank syariah modern untuk pertama kali didirikan di Dubai dengan nama Dubai Islamic Bank pada tahun 1973. Kemudian bank syariah berkembang di berbagai negara, bahkan hingga ke negara-negara yang berpenduduk mayoritas non Muslim, seperti di Denmark, Luxembourg, Switzerland, United Kingdom, dan Amerika Serikat.

Tujuan utama menegakkan perbankan islam di seluruh dunia adalah untuk mempromosikan, memelihara, dan mengembangkan penerapan prinsip-prinsip Islam di dalam sektor bisnis. Secara lebih khusus, tujuan bank islam dilihat dari konteks peran dalam perekonomian adalah:
-         menerapkan jasa keuangan kontemporer yang disesuaikan dengan Syariah islam;
-         berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran dengan prinsip-prinsip hukum islam;
-         alokasi sumber daya keuangan yang terbatas ke dalam proyek yang lebih menguntungkan dan bermanfaat untuk perekonomian;
-         membantu melindungi keseimbangan distribusi pendapatan dan sumber daya.

Oleh karena bank syariah dapat melayani siapa saja, muslim maupun non muslim, maka jasa-jasa perbankan syariah telah dilihat oleh bank-bank internasional sebagai alternatif pembiayaan bagi dunia usaha. Hal ini dilakukan misalnya oleh Citicorp, Chase Manhattan Bank, ANZ Bank, Commersbank G, Deutsche Bank AG, HSBC, Bankers Trust, JP Morgan, Goldman Sachs, dan lainnya. Sedangkan di Indonesia sendiri, bank syariah baru berdiri pada tahun 1992. Hingga tahun 1998, hanya satu bank syariah beroperasi di Indonesia. Setelah keluarnya Undang-Undang Perbankan Nomor 10 tahun 1998 yang merubah Undang-Undang Perbankan Nomor 7 tahun 1992 dan mengakomodir peraturan tentang bank syariah, barulah lahir sank syariah lain dan berkembang dengan pesat. Dan, semakin kuat dengan lahirnya UU Perbankan Syariah Nomor 21 tahun 2008.
Sementara itu, di beberapa negara Eropa berkembang suatu sistem perbankan yang dikenal sebagai Universal Banking. Universal Banking adalah suatu system perbankan di yang bukan hanya memberikan pinjaman, tetapi juga dapat berfungsi sebagai penjamin hutang perusahaan dan atau menjadi pemegang saham (pemodal) pada perusahaan sekuritas. Sebagai contoh, perbankan umum di Jerman, dapat menerima simpanan berjangka, meminjamkan uang, penjamin saham perusahaan, dan berperan sebagai penasihat investasi perusahaan besar. Dalam system Universal Banking, tidak ada pemisahaan antara perbankan komersial dengan perbankan investasi.

Universal Banking System memungkinkan bank untuk menggunakan informasi nasabah dengan lebih baik dan mengijinkan perbankan menjual lebih banyak servis di bawah satu atap seperti “Financial Supermaket”. Sisi negatif dari sistem ini, adalah adanya kemungkinan konsentrasi kekuatan ekonomi pada sejumlah kecil institusi bank besar yang memegang modal pada perusahaan yang juga berperan sebagai peminjam dana.

Dalam perkembangannya, sistem perbankan syariah dapat diterima oleh semua masyarakat keuangan internasional, bukan hanya yang beragama Islam, dan terus tumbuh dengan signifikan dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan nilai-nilai dalam operasional bank syariah terus berorientasi kepada etika bisnis yang sehat dan juga menawarkan jasa-jasa yang jauh lebih banyak daripada perbankan konvensional. Perbankan syariah dapat menawarkan jasa-jasa lebih dari yang ditawarkan oleh investment banking, karena jasa-jasa bank syariah merupakan suatu kombinasi yang dapat diberikan oleh commercial bank, finance company, dan merchant bank. Oleh karena itu, system perbankan syariah berpeluang besar dikembangkan sebagai universal banking.

Selain di beberapa negara Eropa, universal banking system juga digunakan sebagi model bagi beberapa lembaga perbankan di Amerika. Namun terdapat perbedaan penerapan antara di Eropa dengan di Amerika. Secara umum, isu-isu  universal banking pada sistim perbankan di daratan Eropa. berkisar pada hal-hal sebagai berikut:
a.     Konsep universal banking dimana bank memegang kendali sepenuhnya posisi asset jangka pendek dan jangka panjang memungkinkan bank untuk mengurangi information asymmetries dan internalise risk. Namun pada sisi lain kondisi ini akan mendorong moral hazard akibat “pasar ganda” dimana pada saat terjadi krisis ekonomi, bank yang memiliki informasi lengkap akan segera meninggalkan pasar. Begitu kondisi nasabah memburuk bank bisa mensekuritisasi pembiayaannya dan menjual portfolionya.
b.     Penerapan universal banking juga akan mendorong beberapa problem moral hazard seperti; rendahnya return riil para deposan, tingginya return relatif yang mendorong bank dan nasabah untuk menciptakan misalokasi dana, tingginya biaya bank ketika moral hazard memburuk, bank terdorong untuk mengambil posisi penyertaan lebih besar.

Sementara itu, isu yang muncul pada penerapan konsep universal banking versi Amerika adalah ketidakmampuan bank untuk memenuhi harapan stakeholder. Pada mulanya, munculnya konglomerasi industri keuangan diharapkan akan menciptakan keuntungan yang signfikan; (1) tingginya tingkat efisiensi dan profitabilitas akibat semakin tingginya skala ekonomis, (2) peningkatan tingkat kesehatan bank akibat diversifikasi usaha (3) tingkat kepuasan nasabah semakin tinggi karena konsep one-stop shopping akan mengurangi biaya.

Pada kenyataannya kondisi perbankan di Amerika dan secara global memperlihatkan bahwa bank-bank besar dengan konsep universal banking secara umum gagal untuk mewujudkan improvement pada tingkat efisiensi, profitabilitas, value nasabah dan pemegang saham. Konglomerasi perbankan malah memperbesar systemic risk karena mereka terdorong untuk memasuki aktifitas dengan return dan risiko yang tinggi terkait dengan pasar modal. Pada akhirnya peningkatan risiko ini mendorong fenomena “too big to fail”.

Sebagaimana dikemukakan di atas, bahwa sistem perbankan syariah yang dapat menawarkan jasa-jasa lebih dari yang ditawarkan oleh investment banking, berpeluang besar dikembangkan sebagai universal banking. Dengan demikian, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam aplikasi perbankan Syariah pada konsep universal banking adalah konsistensi pemeliharaan dan pengembangan penerapan prinsip-prinsip Islam di dalam sektor bisnis. Prinsip-prinsip ekonomi islam yang harus dipertahankan bagi konsep universal banking adalah nilai keadilan, efisiensi, stabilitas, dan pertumbuhan.

Nilai keadilan dapat dirasakan dengan menggunakan sistem perbankan Syariah adalah sebagai berikut:
1.     Risiko usaha dibagi lebih adil antara pelaku usaha dengan pemilik modal;
2.     Mengganti pengembalian yang tetap dengan pembagian proporsional dari keuntungan yang akan menentukan pengembalian yang adil pada modal tanpa peduli apakah keuntungan usaha tinggi atau rendah dan tidak peduli pada tingkat harga yang dipengaruhi oleh inflasi, stabilitas dan deflasi;
3.     Kekayaan akan menghasilkan kekayaan kembali kepada pemilik ketika pekerjaan dalam aktivitas ekonomi pada akhirnya memberikan nilai tambah.

Nilai efisiensi yang harus dapat diperoleh dengan memanfaatkan perbankan syariah pada konsep universal banking adalah:
1.     Perbedaan dalam pembiayaan yang cenderung pada pembagian risiko modal, yakni dengan melakukan pembiayaan yang bermanfaat, namun tidak harus sangat produktif dalam menghasilkan laba;
2.     Pembagian hasil dan atau keuntungan disepakati secara adil antara pemberi dan pengguna modal, dengan keputusan akhir bersama untuk usaha;
3.     Menjaga hubungan sosial antara kelas yang berbeda pada pemberi dan pengguna modal.

Penggunaan prinsip non bunga akan menjadi faktor pendukung stabilitas, karena dapat mengurangi kecenderungan inflasi serta penciptaan uang yang tidak berhubungan dengan investasi produktif.

Memperhatikan bahwa Universal Banking adalah suatu sistem perbankan yang bukan hanya memberikan pinjaman, tetapi juga dapat berfungsi sebagai penjamin hutang perusahaan dan atau menjadi pemegang saham (pemodal) pada perusahaan sekuritas, serta hal-hal yang berkaitan dalam ekonomi islami, yakni keberagaman jenis kerjasama serta tujuan nilai keadilan, efisiensi, stabilitas dan pertumbuhan, maka dapat disimpulkan bahwa sistem universal banking cocok diterapkan dengan sistem perbankan syariah. Penerapan nilai-nilai syariah diharapkan juga dapat meminimalkan permasalahan moral.dalam konsep universal banking secara global.


Penulis: MERZA GAMAL (Pengkaji Sosial Ekonomi Islami)

Tidak ada komentar: