Kamis, 13 Desember 2012

Surat Untuk Sahabatku...

13553937961359948409
Photo kenangan dengan sahabat-sahabat lama masa SMA 30 tahun yang lalu…


Assalammu’alaikum Wr. Wb.

Sahabat baikku……..
Maafkan aku sedikit terlambat membalas email-mu, semoga kau dapat mengerti. Email ini telah kutulis tak lama setelah email-mu kubaca.. Namun aku takut kau tersinggung membacanya. Aku selalu menganggap kau adalah teman baikku di kala suka dan duka, meskipun kita tidak bisa selalu berkomunikasi sesering dahulu lagi karena jabatanmu sebagai orang terhormat saat ini. Aku takut kau tidak siap menerima email-ku, karena sebagaimana yang kau tahu bahwa kata-kataku seringkali terdengar keras. Begitulah selalu sikapku dari dulu (sebagaimana yang kau tahu) terhadap orang-orang yang aku sayangi……..

Sahabatku…
Sesungguhnya salah satu pintu masuk menuju kebahagiaan adalah ketika kita menjadi diri kita sendiri. Keyakinan kita dengan potensi, bakat, kekuatan dan karakteristik yang ada pada diri kita, membuat kita merasakan keistimewaan dan keunikan yang kita miliki. Ketika kita menjadi diri kita sendiri, maka kita akan menjadi orang yang paling bahagia di dunia.

Sahabatku…..
Jika kau diminta untuk melakukan yang bukan keahlianmu, apalagi tidak sesuai dengan nuranimu, janganlah kau katakan pada mereka bahwa kau dapat melakukannya demi ambisimu. Keinginan kau memenuhi ambisimu justru akan melemahkan kedudukanmu. Mengapa? Karena hal itu jelas akan menghilangkan kelebihan yang ada dalam dirimu. Engkau hanya berkutat pada kekurangan yang ada pada dirimu. Dan jelas pada akhirnya akan melemahkanmu, membuat kau tidak bisa melangkah lebih jauh, dunia ini terasa sangat sempit. Jack Trout dalam bukunya yang cukup mencerahkan, Differentiatie or Die, berkata tentang hal ini: “Jika Anda mengabaikan keunikan Anda dan mencoba untuk memenuhi kebutuhan semua orang, Anda langsung melemahkan apa yang membuat Anda ‘berbeda’.”

Sahabatku……
Jujurlah dan katakan pada mereka, “Maaf, ini bukan keahlian saya. Saya tidak tahu, apakah keahlian saya dapat digunakan untuk membantu atau tidak.” Ketika kau memberitahukan kepada mereka bahwa keahlianmu di bidang B bukan A, mereka akan lebih antusias kepadamu. Mereka akan lebih percaya, salut dan bangga denganmu. Percayalah kepadaku tentang hal ini. “Anda adalah sesuatu yang berbeda dengan lainnya. Tidak pernah ada sejarah yang mencatat orang seperti Anda sebelumnya dan tidak akan ada orang seperti Anda di dunia ini pada masa yang akan datang.” (Dr. Aidh Abdullah Al Qarni dalam bukunya, La Tahzan)

Wahai sahabatku…
Hal yang menyebabkan kita tidak ingin menjadi diri kita sendiri karena adanya keinginan kita untuk mendapatkan pujian manusia. Kita ingin menjadi populer di mata masyarakat. Sebuah hasil penelitian psikologi menyebutkan: orang-orang yang ingin menjadi popular seringkali tidak jujur. “Dan mereka sendiri senang dipuji dengan amal yang mereka sendiri tidak mengerjakannya.” (QS. 3: 188).

Sahabatku………….
Membuat diri terkenal, itu bukan tujuan hidup kita. Kita hanya disuruh berbuat sebaik mungkin. Jika niat kita sudah salah, maka hasilnya pun akan tidak maksimal. Jika niat kita ingin terkenal tidak segera terwujud, kita hanya bisa larut dalam kesedihan karena tujuan hidup kita sudah terkandaskan. Sedangkan tujuan itu sendiri adalah final kehidupan. Tidak ada lagi kehidupan sesudah gagal mencapai titik final.

Wahai sahabat baikku…….
Berbeda dengan orang yang menyesuaikan tujuan hidupnya hanya untuk beribadah kepada Allah; kegagalan dalam menghadapi sebuah episode kehidupan dunia ini bukan berarti kegagalan segala-galanya. “Jangan berambisi mencari popularitas, karena tabiat tersebut adalah indikasi dari kekeruhan jiwa, kegelisahan, dan keresahan.” (Dr. Aidh Al Qarni).
Sahabatku yakinlah……
Seburuk apapun karya kita dan sekecil apa pun prestasi kita, hargailah itu! Semua itu kita peroleh dari hasil kerja keras kita, hasil kejeniusan otak kita, dan hasil kreativitas kita. Sungguh, alangkah berbahagianya orang yang mencari ridha hanya kepada Allah semata. Dia tidak ingin menjadi populer di mata masyarakat. Jika masyarakat tidak menghargai karyanya, itu hal biasa baginya. Karena Allah sendiri telah berfirman: “Kebanyakan manusia tiada mengetahui.” Artinya hanya sedikit saja manusia yang dapat memahami kebenaran. Namun, bukan berarti bahwa dirinya lebih hebat dan lebih suci dari orang lain. Dia telah mendengar firman Allah yang berbunyi: “Janganlah kalian mengklaim diri kalian suci. Dialah yang paling mengetahui siapa yang bertakwa.” (QS. 53: 32).

Sahabatku ketahuilah……
Jika masyarakat menghargai karyanya, sekali-kali tidaklah ia menyombongkan diri. “Dan janganlah kalian (orang-orang beriman) berperilaku seperti orang-orang (kafir) yang keluar dari kampung halaman mereka dengan rasa angkuh dan bersikap riya kepada manusia.” (QS. 8: 47).

Sebuah kisah menyebutkan, seorang muslim yang fakir bernama Julaibib gugur dalam sebuah pertempuran melawan pasukan kafirin. Lantas Rasulullah SAW pun memeriksa orang-orang yang gugur dan para sahabat memberitahukan kepada beliau nama-nama mereka. Akan tetapi, mereka lupa kepada Julaibib hingga namanya tidak disebutkan, karena Julaibib bukan seorang yang terpandang dan bukan pula orang yang terkenal. Sebaliknya, Rasulullah ingat Julaibib dan tidak melupakannya; namanya masih tetap diingat oleh beliau di antara nama-nama lainnya yang disebut-sebut. Beliau sama sekali tidak lupa kepadanya, lalu beliau bersabda: “tetapi aku merasa kehilangan Julaibib!” Akhirnya, beliau menemukan jenazahnya dalam keadaan tertutup pasir, lalu beliau membersihkan pasir dari wajahnya seraya bersabda sambil meneteskan airmata: “Ternyata engkau telah membunuh tujuh orang musuh, kemudian engkau sendiri terbunuh. Engkau termasuk golonganku dan aku termasuk golonganmu; Engkau termasuk golonganku dan aku termasuk golonganmu; Engkau termasuk golonganku dan aku termasuk golonganmu.” Cukuplah bagi Julaibib dengan medali nabawi ini sebagai hadiah, kehormatan, dan anugerah.

Wahai sahabat baikku…
Seperti Julaibib, tidak ingin menjadi orang terkenal dan terpandang. Seperti Julaibib, hidup menjadi dirinya sendiri. Seperti Julaibib, mengakhiri hidupnya dengan penuh kedamaian dan kebahagiaan. Tidakkah kita ingin mendapatkan apa yang telah didapatkan Julaibib?

Wahai sahabatku….
Aku rasa jika kau dapat seperti Julaibib, maka insya Allah penyakit-penyakit yang bergantian menghampirimu akhir-akhir ini akan pergi bersama ambisimu. Jagalah kesehatanmu dengan mengurangi ambisimu. Ingatlah anak-anakmu masih membutuhkan bimbinganmu. Tidak inginkah engkau menyaksikan pertumbuhan anak-anakmu??? Apa kau ridho mereka tumbuh bersama “ayah” yang lain, tanpa kehadiran kau di sisi mereka. Sekali lagi, jagalah kesehatanmu dengan mengurangi ambisimu……..

Wassalam
Sahabatmu yang selalu memperhatikanmu di kala senang dan susah

Tidak ada komentar: