Selasa, 18 Desember 2012

Mengembangkan Usaha Mikro Berjamaah




Dalam ibadah ritual shalat, Islam mengajarkan bahwa shalat bersama-sama dalam sebuah jamaah jauh lebih mulia daripada shalat yang dilakukan secara sendiri-sendiri oleh masing-masing individu. Shalat yang dilakukan secara individu bernilai ibadah satu, namun jika dilakukan berjamaah nilainya menjadi 27 untuk seorang individu, dan menjadi sinergi yang berlipat ganda sesuai dengan jumlah individu yang ikut berjamaah. Ritual shalat tersebut, melambangkan bahwa sesuatu yang dilakukan dengan sinergi berjamaah hasilnya akan memberikan nilai lebih bukan hanya kepada masing-masing individu, melainkan juga kepada seluruh jamaah sebagai sebuah komunitas. Demikian pula dalam meningkatkan kesejahteraan sebuah masyarakat, apabila dilakukan secara berjamaah, maka akan memberi nilai yang jauh lebih berarti bagi sebuah kelompok masyarakat.
Kekuatan dan vitalitas suatu kelompok masyarakat sangat bergantung kepada kemampuannya memenuhi kebutuhan-kebutuhan terhadap barang dan jasa bagi para anggotanya dan masyarakat lainnya. Produksi dan distribusi barang dan jasa menuntut sumber-sumber daya bukan saja keuangan, tetapi juga keahlian dan manajemen. Tidak setiap orang dibekali sumber daya dengan suatu kombinasi optimal. Oleh karena itu, mutlak menghimpun semua sumber daya yang tersedia guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Penghimpunan sumber-sumber daya ini harus diorganisasikan dalam suatu cara yang saling menguntungkan atau altuaristis dengan konsep kemitraan yang sejajar di antara masing-masing pihak. Pada dasarnya kemitraan secara alamiah akan mencapai tujuannya jika kaidah saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan dapat dipertahankan dan dijadikan komitmen dasar yang kuat di antara para pelaku kemitraan. Implementasi kemitraan yang berhasil harus bertumpu kepada persaingan sehat dan mencegah terjadinya penyalahgunaan posisi dominan dalam persekutuan usaha.
Dalam rangka memperluas kesempatan kerja dan peluang berwirausaha bagi seluruh masyarakat, sebagai pilar utama dalam pembangunan kesejahteraan sebuah daerah, maka Pemerintah Daerah sebagai pemegang otonomi daerah, seharusnya mampu membuat kebijakan yang dapat mengembangkan usaha skala mikro dan kecil, selain membuka kesempatan kepada investor membangun usaha menengah dan besar di daerahnya. Pendirian usaha mikro dan kecil yang padat karya akan membantu penyediaan lapangan kerja produktif bagi semua anggota masyarakat sehingga akan mengurangi pengangguran dan kemiskinan. Dengan demikian, langkah penting yang harus dilakukan Pemerintah Daerah dalam rangka pembangunan daerah untuk menuju kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat yang adil dan seimbang adalah dengan memenuhi kesempatan bekerja dan berusaha secara optimal dengan memberdayakan usaha besar dan kecil serta usaha mikro dan kecil dalam sebuah kondisi pasar yang sehat dalam sebuah kemitraan terpadu.
Alternatif kemitraan dalam pemberdayaan kelompok usaha mikro dan kecil bukan dimaksudkan untuk memanjakan atau pemihakan yang berlebihan, tetapi justru upaya untuk peningkatan kemandirian pelaku usaha mikro dan kecil sebagai pilar dalam pembangunan ekonomi masyarakat. Pembentukan kemitraan harus diawali di antara para pelaku usaha mikro sebagai anggota kelompok dengan pola tanggung renteng agar tercipta rasa kebersamaan di antara mereka dan rasa tanggung jawab sosial. Hal itu akan menumbuhkan semangat pada masing-masing pelaku usaha mikro dan merasa bahwa jika salah satu dari mereka tidak bekerja sebagaimana mestinya, maka tindakan mereka akan merugikan anggota kelompok yang lain. Di samping itu menjadi sebuah metode pengawasan melekat di antara anggota kelompok sendiri untuk bersama-sama tidak melakukan hal-hal yang akan merugikan mereka sendiri.
Satu kelompok pelaku usaha mikro dapat beranggotakan 10-20 pelaku usaha dengan lokasi tempat tinggal yang tidak berjauhan satu dengan yang lainnya. Agar kelompok terorganisir sebagai sebuah jamaah yang baik, maka perlu diangkat pemimpin, sebagai imam, di antara mereka. Pimpinan dipilih dari anggota kelompok yang terkemuka dan menjadi tauladan di tingkat komunitasnya.
Pembentukan kelompok dengan pola tanggung renteng diharapkan bisa membawa kesadaran seorang individu pelaku usaha mikro dan atau kecil akan keterbatasan dirinya kepada kemanfaatan atas kerjasama antar satu individu dengan individu. Hal ini terjadi karena mereka di satu sisi menanggung bersama sebuah resiko, tetapi di sisi yang lain dapat mengembangkan kemampuan dan keunikannya masing-masing. Dalam metoda tanggung renteng, komunalisme ditransformasikan menjadi kerja tim dengan kesadaran individual yang tinggi serta kesadaran saling membantu yang tinggi pula. Bukan semata-mata, sama rata dan sama rasa seperti sistem sosialisme.
Dengan membentuk kelompok pelaku usaha mikro dan kecil dalam metoda tanggung renteng, mengandung arti telah ikut memproses transformasi sosial kultural dari masyarakat komunal menuju masyarakat individual yang berfungsi sosial, dalam arti memiliki tanggung jawab sosial yang signifikan. Sebagaimana dalam sebuah jamaah sholat, nilai utama yang diperoleh bukan hanya atas kelompok jamaah saja, tetapi setiap individu jamaah juga mendapat nilai lebih jika mereka melakukan seorang diri. Dengan demikian, tanggung renteng dimaksudkan dapat menjadi alat untuk mencapai tujuan mewujudkan masyarakat sejahtera lahir bathin berlandaskan iman taqwa yang tidak lepas dari paradigma pembangunan ekonomi dengan menekankan kebersamaan yang bersandarkan pada kemanusiaan. 
Manfaat pembentukan kelompok pelaku usaha mikro dan kecil dengan metoda tanggung renteng dalam Program Kemitraan dan bagi pribadi pelaku usaha tersebut adalah bagi kepentingan pembangunan ekonomi makro adalah: Pertama, Mengembangkan peran pelaku usaha mikro dan kecil sebagai salah satu pilar ekonomi daerah secara lebih cepat; Kedua, Menciptakan rasa tanggung jawab bersama di antara pelaku usaha; Ketiga, Mengamankan dana investor walaupun para pelaku secara pribadi tidak mempunyai kolateral (jaminan) dan terjaminnya keberlangsungan pemupukan modal di masa berikutnya; Keempat, Menciptakan kader pimpinan di antara para pelaku usaha; Kelima, Menumbuhkan rasa memiliki dan disiplin; Keenam, Menciptakan pelaku usaha yang tangguh dan berkualitas; Ketujuh, Biaya untuk melakukan analisis pembiayaan bagi lembaga keuangan akan menjadi lebih murah.
Di samping manfaat kepada pembagunan makro ekonomi, pembangunan usaha mikro secara berjamaah juga memberikan manfaat bagi pribadi pelaku usaha mikro dan kecil sebagai berikut: Pertama, Menciptakan rasa kebersamaan dan keterbukaan, sehingga melahirkan rasa kekeluargaan; Kedua Menciptakan keberanian mengungkapkan pendapat, mengoreksi pimpinan, belajar demokrasi, dan kontrol otomatis; Ketiga, Menanamkan disiplin, tanggungjawab, rasa percaya diri, dan harga diri pelaku usaha mikro dan kecil; Keempat, Mempersiapkan pelaku menjadi pemimpin di masa depan; Kelima, Menumbuhkan rasa memiliki dan disiplin; Keenam, Seluruh pelaku usaha dalam satu kelompok akan memperoleh layanan yang standar; Ketujuh, Biaya analisis kredit yang lebih rendah dari lembaga keuangan akan dapat menekan biaya produksi, sehingga memberi peluang untuk memperoleh labah usaha yang lebih besar bagi pelaku usaha.
Perlu diingat, bahwa kelompok pelaku usaha ini bukan berbentuk Koperasi, melainkan merupakan Kelompok Swadaya Masyarakat. Para anggota beberapa kelompok, dapat mendirikan Badan Hukum Koperasi jika jumlah anggota melebihi 20 orang dan asset yang dimiliki telah mencapai kriteria tertentu yang disyaratkan oleh perundang-undangan dan peraturan perkoperasian. Koperasi ini nantinya dapat berfungsi sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah yang berbentuk KBMT (Koperasi Baitul Mal wat Tamwil) atau KSP (Koperasi Simpan Pinjam) Syariah. Dengan demikian BMT yang belum mempunyai badan hukum (Koperasi), para anggotanya dihimpun dalam kelompok-kelompok pelaku usaha mikro dan kecil dengan jumlah anggota maksimum 20 orang per kelompok.

Penulis:  MERZA GAMAL (Pengkaji Sosial Ekonomi Islami)

Tidak ada komentar: