Selasa, 04 Desember 2012

Etika Bisnis Dalam Al Qur'an

13546875861237513635
Tulisan ini merupakan bagian dari Buku saya yang diterbitkan oleh Unri Press tahun 2004.


Firman Allah SWT:
“ ……Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sesuai kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah adil walaupun dia adalah kerabat(mu). Dan penuhilah janji Allah. Demikianlah yang telah diperintahkan-Nya kepadamu agar kamu mendapat peringatan.” (QS. 6/ Al An’aam:152)
Al Qur’an dan Hadist telah memberikan resep tertentu dalam tatakrama demi kebaikan seorang pelaku bisnis. Seorang pelaku bisnis diwajibkan berperilaku dengan etika bisnis sesuai yang dianjurkan oleh Al Qur’an dan Sunnah yang terangkum dalam 3 (tiga) garis besar, yakni :
1.      Murah Hati
2.      Motivasi untuk Berbakti
3.      Ingat Allah dan Prioritas Utama-Nya

Banyak ayat-ayat Al Qur’an dan Hadist Nabi yang memerintahkan kaum Muslimin untuk bermurah hati. Orang yang beriman diperintahkan untuk bermurah hati, sopan dan bersahabat saat melakukan dealing dengan sesama manusia. Al Qur’an secara ekspresif memerintahkan agar kaum Muslimin bersifat lembut dan sopan manakala berbicara dengan orang lain sebagaimana yang tercantum dalam Surah Al Baqarah ayat 83 dan Surah Al Israa’ ayat 53.

Tindakan murah hati, selain bersikap sopan dan santun, adalah memberikan maaf dan berlapang dada atas kesalahan yang dilakukan orang lain, serta membalas perlakuan buruk dengan perilaku yang baik, sehingga dengan tindakan yang demikian musuh pun akan bisa menjadi teman yang akrab. Selain itu hendaknya seorang Muslim dapat memberikan bantuan kepada orang lain yang membutuhkan kapan saja ia dibutuhkan tanpa berpikir tentang kompensasi yang akan didapat.

Manifestasi lain dari sikap murah hati adalah menjadikan segala sesuatu itu gampang dan lebih mudah serta tidak menjadikan orang lain berada dalam kesulitan. Islam menginginkan para pemeluknya untuk selalu membantu, dan mementingkan orang lain lebih dari dirinya sendiri ketika orang lain itu sangat membutuhkannya dan berlaku moderat dalam memberikan bantuan.

Melalui keterlibatannya di dalam aktivitas bisnis, seorang Muslim hendaknya berniat untuk memberikan pengabdian yang diharapkan oleh masyarakat dan manusia secara keseluruhan. Cara-cara eksploitasi kepentingan umum, atau berlaku menciptakan sesuatu kebutuhan yang sangat artificial, sangat tidak sesuai dengan ajaran Al Qur’an. Agar seorang Muslim mampu menjadikan semangat berbakti mengalahkan kepentingan diri sendiri, maka ia harus selalu mengingat petunjuk-petunjuk berikut:
1.      Mempertimbangkan kebutuhan dan kepentingan orang lain;
2.      Memberikan bantuan yang bebas bea dan menginfakkannya kepada orang yang membutuhkannya;
3.      Memberikan dukungan dan kerjasama untuk hal-hal yang baik.

Kekurangan atau ketiadaan mengikuti petunjuk-petunjuk di atas, akan dianggap sebagai bisnis yang merugikan. Adapun elemen-elemen dari bisnis yang merugikan menurut Al Qur’an adalah:
1.   Investasi yang Jelek
Menurut Al Qur'an investasi yang jelek adalah jika dalam sebuah transaksi seorang pelaku bisnis tidak memperoleh keuntungan bahkan kehilangan modal  dan akhirnya bangkrut total. Hal ini disebabkan dalam berbisnis, ia membeli dunia dengan akhirat, menjual ayat-ayat Allah dengan harga yang sangat murah untuk memperoleh keuntungan dunia yang kecil, menjual diri mereka untuk hal-hal yang bersifat magis dan sihir serta kekafiran, membeli kesesatan dengan petunjuk dan membeli siksa dengan ampunan, membeli kekafiran dengan keimanan, serta menjadikan tujuan pekerjaannya hanya untuk memperoleh kenikmatan dunia, menyerahkan diri dan pengabdiannya kepada selain Allah, membuang modal yang paling berharga, yakni kehidupannya sendiri dengan hal-hal yang tidak benar dan tidak tepat guna.

2.   Keputusan yang Tidak Sehat
Al Qur’an secara tegas menyatakan bahwa keputusan yang tidak sehat akan mengakibatkan kerugian yang lebih besar. Contoh-contoh pengambil keputusan yang tidak sehat antara lain adalah: mementingkan kehidupan dunia daripada akhirat, lebih menyukai hal-hal yang kotor karena keuntungan yang melimpah, iman tidak kokoh dan labil, menyandarkan diri kepada harta dan kekuasaan, menginginkan kemegahan dunia, tidak tertarik pada kebenaran dan hidayah, mencari pelindung palsu selain Allah, membeli sesuatu yang menjauhkan dirinya dari jalan yang ditunjukkan Allah, lebih menyukai bisnis dan hiburan daripada kemakmuran yang sesungguhnya (yakni kekayaan akal dan spiritual), terlalu disibukkan oleh harta dan anak-anak daripada ingat dan zikir kepada Allah, melupakan hari kiamat dan berperilaku jahat.

3.   Perilaku yang Buruk dan Jahat
Perilaku yang buruk dan jahat menurut Al Qur’an, antara lain adalah: tidak beriman dan menolak petunjuk yang diwahyukan Allah, menyembunyikan ayat-ayat Allah dan menjualnya dengan murah, menyakiti perasaan orang lain dengan menyebut kebaikannya, bersedekah hanya untuk mendapat perhatian orang, bersikap bakhil dan merasa dirinya cukup, mempraktekkan riba, membelanjakan harta tanpa dasar keimanan, menjadi orang tidak beriman dan kafir, menjadi pengkhianat, melibatkan diri dalam minuman keras dan perjudian, melakukan tindakan keji dan tidak terhormat, mengkhianati amanah dan kepercayaan, menjadi pembangkang dan pemberontak pada Allah, menimbun harta namun tidak mengeluarkan kewajiban atasnya, tidak menghargai aturan moral saat berhubungan dengan manusia, merusak kesepakatan dan janji, tidak tahu berterimakasih, melakukan dosa-dosa, kebrutalan dan transgresi (pelanggaran hukum), melakukan penyiksaan pada orang-orang yang menjalankan keyakinannya, memaksa orang melakukan prostitusi, menjadi manusia sombong dan takbur, melakukan kebohongan dan menyalahgunakan sumpah orang lain, mengajarkan suatu ilmu tetapi dia sendiri tidak melakukan ajaran tersebut, menghindar untuk membayar kewajiban zakat, memberikan bantuan untuk mengharapkan balasan yang lebih banyak, serta mengurangi ukuran dan timbangan.

Al Qur’an memperingatkan dengan jelas bahwa seluruh aksi dan transaksi, bahkan niat dan delibrasi dari setiap manusia, selalu disorot dan dimonitor dengan cara yang akurat, karena Allah itu Maha Melihat, Maha Mendengar, dan Maha Tahu terhadap semua yang dilakukan dan ditransaksikan oleh manusia. Namun lebih daripada itu, banyak ayat-ayat Al Qur’an mengatakan tentang adanya catatan dan buku amal yang dengan teliti dan seksama telah dipersiapkan untuk diserahkan pada manusia pada hari akhir nanti. Al Qur’an secara eksplisit menyatakan tentang pahala dan siksa yang akan diterima manusia pada hari akhir nanti, berdasarkan perilaku manusia selama di dunia. Akan tetapi, Al Qur’an tidak hanya mendeskripsikan masalah baik dan buruk, namun juga tentang pahala bagi perilaku yang baik dan siksa bagi perilaku yang jahat. Al Qur’an menyebutkan pahala yang melimpah bagi perilaku-perilaku yang baik yang dituangkan pada 30 ayat, dan siksaan bagi tindakan yang jahat dan keji pada 34 ayat.

Dari pembahasan singkat di atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa konsep Al Qur’an tentang bisnis sangat komprehensif dan parameter yang digunakan menyangkut urusan dunia dan akhirat. Bisnis yang sukses menurut Al Qur’an adalah bisnis yang membawa keuntungan pada pelakunya dalam dua fase kehidupan, yakni dunia dan akhirat, sehingga saat terjadi konflik diantara keduanya, maka tindakan yang bijak sangat dibutuhkan, yakni dengan meninggalkan keuntungan yang cepat namun fana, demi memperoleh keuntungan yang abadi untuk di yaumil akhir nanti. Jadi, seorang Muslim diperintahkan untuk selalu mengingat Allah, meskipun dalam keadaan sedang sibuk oleh aktivitas mereka.

Dengan demikian, sebagai umat Islam, kita hendaknya sadar dan responsive terhadap prioritas-prioritas yang telah ditentukan oleh Sang Maha Pencipta. Prioritas-prioritas yang harus didahulukan adalah:
1.   Mendahulukan mencari pahala yang besar dan abadi di akhirat ketimbang keuntungan kecil dann terbatas yang ada di dunia;
2.   Mendahulukan sesuatu yang secara moral bersih daripada sesuatu yang secara moral kotor, meskipun akan mendatangkan keuntungan yang lebih besar;
3.   Mendahulukan pekerjaan yang halal daripada yang haram;
4.   Mendahulukan bisnis yang bermanfaat bagi alam dan lingkungan sekitarnya daripada bisnis yang merusak tatanan yang telah baik.

Dari bahasan singkat di atas dapat disimpulkan, bahwa perilaku bisnis yang baik dan benar  telah di atur dengan seksama di dalam Al Qur’an  sebagai pedoman  hidup yang komprehensif dan universal bagi seluruh umat Islam. Dengan demikian marilah kita mulai menerapkan etika bisnis menurut ajaran yang dibawa oleh Rasulullah Shallullahu Alaihi wa Sallam sejak empat belas abad yang lalu tanpa perlu bimbang dan ragu lagi.


Penulis: Merza Gamal (Pengkaji Sosial Ekonomi Islami)

Catatan: Tulisan ini merupakan bagian dari buku “Aktivitas Ekonomi Syariah: Catatan Dakwah Seorang Praktisi Perbankan Syariah”, Merza Gamal, Unri Press, 2004

Tidak ada komentar: