Jumat, 28 Oktober 2022

Korea Utara Mulai Unjuk Kekuatan dengan Uji Coba Rudal Jarak Jauh

Korea Utara Mulai Unjuk Kekuatan dengan Uji Coba Rudal Jarak Jauh Sanksi puluhan tahun yang dipimpin AS tidak membendung program rudal dan bom nuklir Korea Utara yang semakin canggih. Hal itu dibuktikan oleh Korea Utara dengan uji coba rudal balistik yang bersenjata nuklir lebih jauh dari sebelumnya, pada hari Selasa, dengan mengirimkannya di atas wilayah udara Jepang. https://www.reuters.com/world/asia-pacific/nkorea-fires-missile-towards-east-skorea-military-2022-10-03/ Rudal Korea Utara pertama yang mengikuti lintasan seperti itu setelah tahun 2017. Jarak tempuh terjauh rudal uji Korea Utara diperkirakan menjangkau 4.600 km (2.850 mil). Biasanya peluncurannya "ditinggikan" ke luar angkasa untuk menghindari terbang di atas negara tetangga.
Kepala Staf Gabungan Korea Selatan (JCS) mengatakan rudal tersebut tampaknya merupakan rudal balistik jarak menengah (IRBM) yang diluncurkan dari Provinsi Jagang Korea Utara. Korea Utara telah meluncurkan beberapa tes baru-baru ini dari sana, termasuk beberapa rudal yang dikatakan "hipersonik". Rincian awal menunjukkan bahwa rudal itu mungkin adalah IRBM Hwasong-12, yang diluncurkan Korea Utara pada 2017 sebagai bagian rencana untuk menyerang pangkalan militer AS di Guam, kata Kim Dong-yup, mantan perwira Angkatan Laut Korea Selatan. yang mengajar di Universitas Kyungnam. Menerbangkan rudal jarak jauh memungkinkan para ilmuwan Korea Utara untuk menguji di bawah kondisi yang lebih realistis, kata Ankit Panda dari Carnegie Endowment for International Peace yang berbasis di AS. "Dibandingkan dengan lintasan tinggi yang biasa, ini memungkinkan mereka untuk mengekspos kendaraan masuk kembali jarak jauh ke beban termal dan tekanan masuk kembali atmosfer yang lebih mewakili kondisi yang akan mereka alami dalam penggunaan dunia nyata". Menanggapi tes rudal Korea Utara tersebut, pesawat tempur AS dan Korea Selatan berlatih membom target di Laut Kuning. Jepang memperingatkan warganya untuk berlindung dan menangguhkan beberapa layanan kereta api sementara rudal melewati utara sebelum jatuh ke Samudra Pasifik. https://www.reuters.com/world/latest-north-korean-missile-is-unfortunate-uss-top-east-asia-envoy-says-2022-10-03/ Kejadian uji coba rudal Korea Utara, ditanggapi oleh Korea Selatan pada hari Selasa (04/10/2022) dengan sebuah jet F-15K Angkatan Udara menjatuhkan sepasang bom berpemandu pada target di lepas pantai baratnya. Pihak militer Korea Selatan menyebutnya sebagai demonstrasi kemampuan serangan presisi terhadap sumber provokasi Korea Utara. Korea Selatan juga mengatakan akan meningkatkan militernya dan meningkatkan kerja sama sekutu. Sementara itu, Jepang mengatakan tidak mengambil langkah untuk menembak jatuh rudal Korea Utara tersebut. Menteri Pertahanan Yasukazu Hamada mengatakan tidak akan mengesampingkan opsi apa pun, termasuk kemampuan serangan balik, dan akan memperkuat pertahanannya dalam menghadapi peluncuran rudal berulang Korea Utara. Korea Utara melakukan uji coba rudal dan menuduh Amerika Serikat beserta sekutunya mengancamnya dengan latihan dan peningkatan pertahanan. Sebuah kapal induk AS melakukan kunjungan pelabuhan di Korea Selatan pada 23 September 2022 untuk pertama kalinya sejak 2018. Untuk itu, Korea Utara telah melakukan lima peluncuran dalam 10 hari terakhir. Kejadian tersebut merupakan siklus fleksi otot yang meningkat di wilayah tersebut . Uji coba rudal Korea Utara ditanggapi dengan tanggapan yang relatif tidak terdengar dari Washington, yang lebih berfokus pada perang di Ukraina serta krisis domestik dan asing lainnya. Namun demikan, militer AS telah meningkatkan unjuk kekuatan di wilayah tersebut dan mengutuk peluncuran rudal Korea Utara sebagai Tindakan yang "berbahaya dan sembrono".
Juru bicara Dewan Keamanan Nasional Adrienne Watson dalam sebuah pernyataan, menggunakan inisial nama resmi Korea Utara (DPRK) menyatakan, "Tindakan ini mengganggu stabilitas dan menunjukkan pengabaian terang-terangan DPRK terhadap resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan norma-norma keselamatan internasional." Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengadakan panggilan telepon dengan rekan-rekannya dari Korea Selatan dan Jepang di mana mereka "sangat mengutuk" uji coba peluncuran rudal tersebut. Peluncuran itu melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB, yang telah menjatuhkan sanksi atas program nuklir dan rudal Korea Utara. Blinken menekankan bahwa komitmen AS untuk pertahanan Korea Selatan dan Jepang tetap "kuat," dan menegaskan kembali pentingnya kerja sama trilateral yang erat untuk meminta Korea Utara "bertanggung jawab atas perilakunya yang tidak dapat diterima." (Reuters, 4 Oktober 2022) https://www.reuters.com/world/asia-pacific/blinken-holds-calls-with-skorea-japan-condemn-nkorea-missile-launch-2022-10-04/ "Kami masih melakukan beberapa analisis sehingga kami dapat lebih memahami kemampuan apa yang mereka berikan di udara kemarin," kata juru bicara keamanan nasional Gedung Putih John Kirby dalam wawancara dengan Fox News Selasa pagi (4 Oktober 2022). https://www.foxnews.com/world/us-south-korea-conduct-precision-bomb-drills-north-korea-fires-ballistic-missile-japan Tampaknya, sanksi puluhan tahun yang dipimpin AS tidak membendung program rudal dan bom nuklir Korea Utara yang semakin canggih, dan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un tidak menunjukkan minat untuk mengembalikan jalur diplomasi yang gagal yang ditempuhnya dengan Presiden AS Donald Trump sebelumnya. Semoga ujicoba rudal Korea Utara ini tidak menambah panasnya geopolitik ke depan. Dan Semoga bumi ini damai dan sejahtera sepanjang masa dengan hilangnya napsu berkuasa dari para petinggi dunia. Terus Semangat!!! Tetap Semangat…

Minggu, 05 Juni 2022

 

Skenario Net Zero 2050 (File by Merza Gamal)

Kesepakatan Membangun Ekonomi Hijau untuk Menggapai Net-Zero 2050

 

Dekarbonisasi industri intensif emisi mungkin menantang, tetapi penelitian McKinsey menunjukkan bahwa solusi ada dalam jangkauan. Sembilan industri utama, yaitu tenaga listrik, minyak dan gas, otomotif, penerbangan dan perkapalan, baja, semen, pertambangan, pertanian dan pangan, serta kehutanan dan tata guna lahan dapat memimpin jalan menuju ekonomi Net-Zero. Analisis McKinsey, menemukan lebih dari 50% listrik dunia dapat berasal dari sumber terbarukan (seperti matahari, air, dan angin) pada tahun 2035. (McKinsey On Point publishing@email.mckinsey.com, 2 Juni 2022)

Penjualan kendaraan listrik, bersama dengan rencana produksi mobil rendah emisi, melonjak. McKinsey memperkirakan bahwa hampir semua kendaraan penumpang baru yang dijual di China, Uni Eropa, dan AS akan menggunakan listrik pada tahun 2035. Akan tetapi untuk mencapai titik itu akan membutuhkan beberapa upaya, yaitu: perusahaan (dan pemilik mobil) akan membutuhkan rantai pasokan baru, pengetahuan manufaktur , dan infrastruktur, seperti stasiun pengisian dan tempat pengisian bahan bakar hidrogen.

Industri tenaga listrik hanyalah satu contoh yang tercakup dalam panduan Net-Zero untuk sembilan industri penting.

Pada pertemuan tahunan World Economic Forum (Forum Ekonomi Dunia) di Davos, Swiss akhir Mei 2022 yang baru lalu, lebih dari 50 perusahaan telah bergabung dengan “global buyers’ club” (klub pembeli global) yang berjanji untuk membeli aluminium, baja, dan komoditas lain yang dibuat dari proses yang menghasilkan sedikit atau tanpa karbon sebagai sebuah langkah menuju Net-Zero.

Gagasan di balik klub pembeli, yang dikenal sebagai “First Movers Coalition” (Koalisi Penggerak Pertama”, adalah untuk memicu permintaan bahan versi hijau yang terbukti sulit diproduksi tanpa emisi karbon dioksida yang signifikan.

Grup pembeli tersebut mencakup Ford Motor dan Volvo Group, keduanya telah berjanji bahwa 10 persen dari pembelian aluminium utama mereka akan diproduksi dengan sedikit atau tanpa emisi karbon pada tahun 2030. Produksi aluminium bertanggung jawab atas 2 persen emisi global — dan teknologi canggih diperlukan untuk membuatnya tanpa melepaskan karbon dioksida belum tersedia secara komersial.

Perusahaan induk Google, Alphabet, serta Microsoft dan Salesforce secara kolektif berjanji untuk menghabiskan $500 juta untuk teknologi guna menangkap dan menyimpan emisi karbon. Tiga perusahaan lain, yakni: AES, sebuah perusahaan distribusi tenaga listrik yang berkantor pusat di Virginia; Mitsui O.S.K. Lines, sebuah perusahaan transportasi Jepang; dan Swiss Re, sebuah perusahaan reasuransi yang berbasis di Swiss, masing-masing berkomitmen untuk menghilangkan 50.000 ton karbon dari atmosfer pada tahun 2030. Pemerintah India, Jepang, Swedia, Denmark, Italia, Norwegia, Singapura, dan Inggris juga telah bergabung dalam koalisi tersebut.

Dalam kesempatan pertemuan tersebut, Borge Brende, presiden WEF menyampaikan,  “Kami menciptakan permintaan untuk produk rendah karbon, terutama untuk teknologi bersih yang baru lahir dalam baja, penerbangan, aluminium, semen, dan bahan kimia.” Sektor-sektor tersebut bertanggung jawab atas sekitar 30 persen emisi global, tetapi angka itu diperkirakan akan meningkat menjadi sekitar 50 persen emisi pada pertengahan abad ini.

Brende mencatat bahwa dengan perubahan iklim yang telah berdampak di negara-negara seperti India dan Pakistan, yang telah menghadapi rekor panas selama berminggu-minggu, korban manusia dan ekonomi dari pemanasan global meningkat. Harga kelambanan jauh melebihi harga tindakan dalam hal perubahan iklim. Lebih lanjut Brende menyatakan “Jika kita tidak menggunakan daya beli perusahaan-perusahaan besar sekarang untuk mengatasi sektor-sektor yang sulit dikurangi, ini akan memiliki harga yang sangat tinggi bagi dunia yang bergerak maju.” (The New York Time, 25 Mei 2022)

Dalam rangka mendukung Net-Zero 2050, para ilmuwan iklim melihat hidrogen sebagai pengganti bahan bakar fosil yang berpotensi bersih di industri berat. Menurut Paulina Jaramillo, seorang profesor teknik dan kebijakan publik di Universitas Carnegie Mellon dan rekan penulis laporan PBB bahwa hidrogen dapat menjadi alternatif bersih untuk industri seperti pabrik baja, pabrik pupuk atau perkapalan. (https://www.npr.org/2022/05/27/1096584260/).

Dalam rangka upaya menggapai ekonomi Net-Zero 2050, sektor-sektor yang menghasilkan sebagian besar emisi gas rumah kaca global menghadapi tantangan berat untuk dekarbonisasi, tetapi penelitian McKInsey menunjukkan bahwa solusi dapat dicapai. Dalam banyak kasus, transformasi sedang berlangsung.

 MERZA GAMAL

  • Pengkaji Sosial Ekonomi Islami
  • Author of Change Management & Cultural Transformation
  • Former AVP Corporate Culture at Biggest Bank Syariah