Senin, 18 Maret 2013

Kajian Kemitraan Ekonomi Rakyat Masa Orde Baru (Bagian Ke-8)


Identifikasi Kelemahan Kemitraan di Masa Lampau

Sebagaimana yang telah dipaparkan di bagian-bagian tulisan sebelumnya, bahwa sejak era pemerintahan orde baru telah banyak bentuk kemitraan yang dijalankan. Namun dari ratusan program kemitraan yang pernah dicanangkan, hanya sedikit yang berumur panjang, dan hampir-hampir tidak ada yan berkesinambungan. Di samping itu antara satu program dengan program yang lain berdiri sendiri-sendiri tidak dalam suatu koordinasi yang dapat menjadi sebuah keterpaduan program yang dapat memperkuat fondasi pembangunan yang kuat.
Beberapa hal yang dapat diidentifikasikan sebagai penyebab kelemahan system kemitraan yang telah dilakukan di masa lampau, dapat dipaparkan secara singkat di bawah ini, sebagai berikut:
(1) kemitraan program pembiayaan dari pemerintah melalui perbankan kepada pelaku usaha mikro dan kecil banyak mendapat campur tangan dalam operasional oleh pihak pemerintah selaku pemilik program;
(2) kemitraan yang disertai pemberian kredit bersubsidi justru menjadi salah satu faktor kegagalan pembiayaan pada pelaku usaha mikro dan kecil, karena dana kredit tersebut akhirnya tidak dimanfaatkan untuk pembiayaan usaha melainkan diinvestasikan atau dimanfaatkan dalam bentuk lain, bahkan lebih dinikmati oleh orang kaya dari pada pelaku usaha mikro yang seharusnya mendapatkan pembiaayaan usaha;
(3) kemitraan yang terbentuk antara pengusaha menengah dan besar dengan pelaku usaha mikro dan kecil tidak didasarkan prinsip saling membutuhkan, misalnya BUMN Pertamina membentuk kemitraan dengan usaha kerajinan, sehingga masing-masing tidak memiliki ikatan usaha yang dapat menumbuhkan hubungan saling membutuhkan;
(4) kemitraan yang terbentuk tidak disertai dengan prinsip keadilan distribusi nilai tambah dalam suatu sistem komoditas, misalnya pada kemitraan PIR kelapa sawit nilai tambah yang tercipta dalam sistem komoditas kelapa sawit diambil oleh industri pengolahan sedangkan petani hanya menikmati bagian nilai tambah yang sangat kecil;
(5) kemitraan yang terbentuk tidak disertai dengan prinsip transfer pengetahuan dan pengalaman sehingga tidak tercipta suatu sistem pembinaan dan pengalaman;
(6) kemitraan yang terbentuk tidak didasarkan pada prinsip bisnis, tetapi lebih terpaksa kepada memenuhi kewajiban yang digariskan oleh pemerintah;
(7) kemitraan yang terbentuk seringkali hanya sekedar sebatas rencana dan MOU, tetapi dalam tahap implementasi tidak mampu direalisasikan sesuai harapan;
(8) kemitraan yang terbentuk hanya sekedar jargon politik, jargon prestise pengusaha besar untuk publikasi, atau jargon moral belaka, sehingga kemitraan yang terbentuk seringkali terbukti hanya terbatas untuk seremonial belaka;
(9) kemitraan yang terbentuk hanya didasarkan pada paradigma yang sempit, yaitu hanya sekedar untuk membagikan bantuan kepada pelaku usaha mikro dan kecil tanpa pertanggungjawaban penggunaanya. Hal ini sangat tidak mendidik masyaraka untuk memiliki kemampuan dalam merencanakan dan memperbaiki masa depannya.
Dengan demikian, dalam membuat sebuah program kemitraan, harus mampu menghindari praktek-praktek tersebut di atas yang tidak menciptakan nilai tambah dari pengorbanan dana, waktu, dan tenaga untuk membangun suatu kemitraan. Oleh karena itu, untuk membangun kemitraan atas dasar prinsip bisnis yang saling membutuhkan, saling menguntungkan, saling memperkuat merupakan implementasi dari kebersamaan berusaha, bertumbuh dan berkembang bersama, bekerjasama sambil bersaing dan berkompetisi, serta keadilan dan keseimbangan dalam pembagian nilai tambah antara pengusaha menengah dan besar dengan pelaku usaha mikro dan kecil. Di samping itu perlu pula dipikirkan suatu kerangka kemitraan yang terpadu antar satu program dengan program kemitraan lainnya. Kemitraan tersebut melibatkan seluruh stakeholders dalam sebuah komunitas daerah. Sehingga dapat menjadi pilar-pilar dalam pembangunan ekonomi suatu daerah dengan memperhatikan dinamika sosial ekonomi yang terjadi pada daerah tersebut.  

T A M A T


13627053671237498514
Selanjutnya, perlu dipikirkan suatu kerangka kemitraan yang terpadu antar satu program dengan program kemitraan lainnya. Kemitraan tersebut melibatkan seluruh stakeholders dalam sebuah komunitas daerah. Sehingga dapat menjadi pilar-pilar dalam pembangunan ekonomi suatu daerah dengan memperhatikan dinamika sosial ekonomi yang terjadi pada daerah tersebut.

Penulis: Merza Gamal (Pengkaji Sosial Ekonomi Islami)
 
 

Tidak ada komentar: