Selasa, 12 Maret 2013

Kajian Kemitraan Ekonomi Rakyat Masa Orde Baru (Bagian Ke-4)

Program PPKKP
 (Pusat Pelayanan Kredit Koperasi Pedesaan)

Program PPKKP bermula dari proyek QTA-46 yang merupakan program bantuan kerjasama Pemerintah Belanda melalui Rabobank Foundation dengan Pemerintah Indonesia c.q. Departemen Koperasi. Proyek QTA-46 dimulai sejak tahun 1979 di daerah Jawa Barat dan Yogyakarta. Pada tahun 1988, program ini diintegrasikan ke Bank BUKOPIN dengan nama PPKP. Program PPKKP, kemudian dikembangkan ke Provinsi Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Dengan demikian, enam provinsi menjadi daerah operasi program ini. Kerjasama dengan Rabobank Foundation ini berakhir pada tahun 1991. Dengan berakhirnya proyek ini, maka pembiayaannya dilanjutkan oleh Bank BUKOPIN dengan dana sendiri dan tabungan anggota kelompok.
Pada tahun 1991 itu juga, Bank BUKOPIN bekerjasama dengan Bank Indonesia menjalankan program PPKKP dalam rangka pengembangan program PHBK dengan membuka wilayah kerja baru, yaitu Jabotabek. Penyaluran kredit untuk wilayah Jabotabek tersebut mendapat kredit likuiditas dari Bank Indonesia.
Maksud dan tujuan program PPKKP adalah untuk:
(1) Meningkatkan kemampuan dan mengembangkan dana tabungan masyarakat di pedesaan dalam rangka pemupukan modal sendiri;
(2) Membina dan mengembangkan system Unit Simpan Pinjam KUD yang sesuai dan memadai bagi golongan masyakat di pedesaan;
(3) Mengarahkan golongan masyarakat kecil di pedesaan untuk mengembangkan usaha-usaha yang produktif guna meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan;
(4) Meningkatkan peranan Bank BUKOPIN sebagai bank milik gerakan koperasi dalam rangka memperkokoh permodalan usaha-usaha koperasi.
Sedangkan sasaran program PPKKP ini diarahkan untuk membiayai usaha-usaha produktif dari para anggota KUD yang tergabung dalam kelompok-kelompok. Bidang usaha produktif yang dilayani di antaranya meliputi bidang usaha pertanian, perdagangan kecil, kerajinan, dan industri kecil.
Metode pemberian pembiayaan pada program PPKKP ini adalah Bank BUKOPIN menyediakan modal awal kepada KUD untuk jangka waktu lima tahun dengan masa tenggang satu tahun. Kemudian KUD memberikan pinjaman kepada anggota melalui Kelompok dengan jangka waktu pinjaman maksimal 6 bulan atau satu musim tanam untuk pertanian. Dasar pinjaman adalah kelayakan usaha anggota kelompok. Jaminan pinjaman adalah dalam bentuk apa saja yang dimiliki oleh anggota kelompok dengan resiko tanggung renteng secara bersama anggota kelompok, jika ada pinjaman anggota yang macet.
Tugas dan kewajiban Bank BUKOPIN bukan hanya sekedar memberikan modal kredit kepada KUD, tetapi juga menyangkut hal-hal berikut:
(1) Menyelenggarakan latihan pendidikan bagi KUD dan Kelompok Anggota;
(2) Memberikan pembinaan dan pengawasan secara terencana kepada KUD, Kelompok Anggota, dan Anggota-Anggotanya;
(3) Mengelola kelebihan dana simpan pinjam di KUD;
(4) Menyelenggarakan pusat administrasi kegiatan kredit pedesaan bagi KUD-KUD yang telah menjadi pesertanya, termasuk mendidik Assistant Manager KUD guna mengelola kegiatan Unit Simpan Pinjam (USP);
(5) Menyelenggarakan rapat bulanan dengan KUD dan menghadiri rapat anggota bulanan dengan kelompok anggota.
Program PPKKP ini berjalan dengan baik, dan menjadi pembelajaran bagi KUD dan masyarakat pelaku usaha mikro dalam menjalankan sebuah organisasi dan administrasi usaha pada tingkat paling bawah. Dengan pola tanggung renteng pada anggota Kelompok, tingkat pengembalian kredit lebih dari 99%.
Namun, seiring dengan perubahan status Badan Hukum Bank BUKOPIN dari Koperasi menjadi Perseroan Terbatas pada tahun 1993, program PPKKP ini tidak dilanjutkan lagi, tetapi hanya menunggu penyelesaian dari pembiayaan yang sudah berjalan. Hal ini dilakukan, karena dinilai biaya operasional yang dikeluarkan besar, sedangkan return on investment yang diperoleh Bank BUKOPIN sebagai sebuah persero tidak terlalu besar. Kemudian Bank BUKOPIN mengembangkan kemitraan yang bersifat lebih komersial dalam mengembangkan KSP (Koperasi Simpan Pinjam) atau USP suatu Koperasi dengan pola waralaba. Kemitraan tersebut dikenal dengan SWAMITRA. Kemitraan ini memanfaatkan jaringan teknologi dengan dukungan manajemen modern sehingga membuat KSP atau USP menjadi Lembaga Keuangan Mikro komersial sebagaimana layaknya sebuah lembaga bisnis. Bank BUKOPIN sebagai pemegang merk bertindak sebagai pemegang waralaba, sedangkan KSP/ USP sebagai pemakai waralaba. Hak dan kewajiban masing-masing hampir sama dengan model waralaba dalam dunia usaha pada umumnya.

Bersambung.....


Penulis: Merza Gamal (Pengkaji Sosial Ekonomi Islami)

Tidak ada komentar: