Minggu, 10 Maret 2013

Kajian Kemitraan Ekonomi Rakyat Masa Orde Baru (Bagian Ke-3)

Program P4K
 (Pembinaan Peningkatan Pendapatan Petani Kecil)

Program P4K dikelola oleh Badan Pendidikan dan Latihan Pertanian, Departemen Pertanian bekerjasama denga Bank Rakyat Indonesia (BRI). Program ini dimulai pada tahun anggaran 1989 dan berakhir pada tahun 1998. Program ini mendapatkan bantuan dana 80% dari International for Agricultural Development (IFAD) dan 20% dari Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI). Selain itu, program, P4K juga menerima dukungan dari United Nations Development Program (UNDP) dan Pemerintah Belanda.
Program ini dijalankan meliputi 6 provinsi, 56 Kabupaten, 2.133 desa di 533 kecamatan di Indonesia. Wilayah pelaksaaan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara Barat.
Tujuan program ini adalah meningkatkan pendapatan masyarakat tani dan nelayan, yang merupakan pelaku usaha mikro dan hidup di bawah garis kemiskinan. Mereka itu terdiri dari petani lahan sempit, petani penggarap yang tidak memiliki lahan, buruh tani, nelayan dengan peralatan sederhana, peternak kecil, pengrajin kecil, dan kelompok masyarakat miskin lainnya di pedesaan. Lingkup proyek ini adalah pengembangan sumber daya manusia melalui pendidikan dan bimbingan agar mau dan mampu menjangkau fasilitas dan kemudahan-kemudahan pembangunan yang tersedia untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan keluarga.
Pelaksanaan program P4K diterapkan dengan tujuh prinsip pembinaan yaitu melalui pendekatan kelompok, keserasian, kepemimpinan dari pelaku usaha mikro, pendekatan kemitraan, swadaya, belajar sambil bekerja, dan pendekatan keluarga. Pembentukan kelompok didasarkan kepada hasil survey identifikasi yang dilakukan oleh Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL). Masyarakat atau pelaku usaha mikro yang terpilih menjadi peserta program ini adalah mereka yang berpendapatan di bawah setara 320 kg beras per kapita per tahun bagi masyarakat yang sudah mendapat pembinaan. Setiap kelompok beranggotakan 8-16 orang.
Kredit yang diberikan oleh program P4K adalah kredit kelompok dan bukan kredit perorangan/ anggota. Untuk itu maka kelompok (KPK) harus menyusun Rencana Usaha Bersama (RUB) dan apabila layak maka kredit segera diproses. Realisasi kredit ditandangani antara BRI dengan Ketua, Sekretaris, dan Bendahara Kelompok serta diketahui oleh Kepala Desa dan PPL.
Kredit diberikan untuk modal usaha tanpa jaminan fisik. Sebagai jaminan adalah usaha bersama yang dilaksanakan oleh kelompok. Pinjaman dibagi dalam empat tahap, karena P4K dirancang khusus untuk membantu kelompok-kelompok swadaya dari para peminjam miskin dalam melakukan transisi dari subsidi kredit P4K menjadi keuangan mikro komersial. Pada pinjaman I, setiap KPK diwajibkan sudah mempunyai tabungan Rp 50.000,-, pada pinjaman II diwajibkan sudah mempunyai tabungan 10% dari outstanding pinjaman, pinjaman III dan IV telah mempunyai tabungan 20% dari outstanding pinjaman. Tingkat bunga pinjaman 22,15% per tahun yang ditanggung secara merata oleh semua anggota kelompok. Cara pengembalian kredit dapat dipilih oleh kelompok sesuai dengan jenis dan komoditi yang diusahakan, yaitu per bulan, 6 bulan, 12 bulan atau sekaligus. Sedangkan jangka waktu kredit adalah 12 bulan, 15 bulan, dan 18 bulan.
Di samping pemberian kredit, program ini juga memberikan bantuan teknis berupa pelatihan dan pembinaan yang dilakukan oleh aparat Departemen Pertanian (dari Pusat sampai daerah proyek), instansi lain, BRI, dan LPSM peserta proyek. Bimbingan diberikan oleh PPL dibantu para tokoh masyarakat dan pamong desa setempat. Frekuensi pembinaan bervariasi tergantung kesepakatan KPK.
Pada tahun 1995 jumlah tunggakan program P4K sempat mencapai 18,7% ditambah dengan 7,4% pinjaman jatuh tempo. Tunggakan-tunggakan tersebut sebagian disebabkan karena PPL untuk komponen kredit P4K tidak memiliki latar belakang keuangan, dan tidak berada di bawah kontrol atau pengawasan BRI. Selain itu, mereka tidak memiliki insentif langsung untuk menginvestasikan kelayakan kredit keompok-kelompok swadaya atau untuk memastikan bahwa pinjaman dilunasi tepat waktu. Kekurangan lain dari program P4K pada fase 1989-1998 adalah P4K merupakan program subsidi besar-besaran dengan biaya operasional yang besar (Robinson, 2001).
Pada fase berikutnya untuk tahun 1998 – 2005, beberapa kelemahan diperbaiki. Proses pemberian kredit dan administrasi pinjaman tidak dilakukan oleh PPL lagi, tetapi oleh Account Officer (AO) BRI. Aplikasi kredit dan RUB diajukan ke Kantor Cabang BRI melalui AO. AO akan mengunjungi kelompok dan mendiskusikan rencana usaha kelompok, dan setelah dilakukan beberapa penyesuaian AO akan mengajukan proses persetujuan kepada pemutus kredit. Pinjaman yang dibagikan kepada anggota menjadi tanggungjawab semua anggota untuk mengembalikannya. Dengan metode ini, tingkat tunggakan menjadi turun dan tergolong kecil.
Pada fase 1998 – 2005, wilayah program P4K bertambah menjadi 12 provinsi dari hanya enam pada fase sebelumnya, meliputi 122 kabupaten, 1.043 kecamatan, dan 6.552 desa. Enam provinsi tambahan adalah Riau, Bengkulu, Sumatera Selatan, Lampung, Kalimatan Selatan, dan Sulawesi Selatan.
Program ini berakhir tahun 2005, namun dapat memberikan pengalaman bahwa melalui dual track approach antara Departemen Pertanian sebagai lembaga pelaksana (executing agency) dengan BRI sebagai bank pelaksana (bank executing) dapat menyediakan sebuah contoh empirik dalam skala proyek tentang bagaimana membangun sistem serta mekanisme partisipatif dan langgeng dalam penaggulangan kemiskinan dari inisiatif pemerintah menjadi inisiatif masyarakat (community-based poverty allevation).

Bersambung....

Penulis: Merza Gamal (Pengkaji Sosial Ekonomi Islami)

Tidak ada komentar: