Selasa, 08 Januari 2013

Pemikiran Ibnu Khaldun Dalam Ilmu Ekonomi



Ibnu Khaldun dalam buku karyanya “Muqaddimah” mengemukakan sebuah teori “Model Dinamika” yang mempunyai pandangan jelas bagaimana faktor-faktor dinamika sosial, moral, ekonomi, dan politik saling berbeda namun saling berhubungan satu dengan lainnya bagi kemajuan maupun kemunduran sebuah lingkungan masyarakat atau pemerintahan sebuah wilayah (negara). Ibnu Khaldun telah menyumbangkan teori produksi, teori nilai, teori pemasaran, dan teori siklus yang dipadu menjadi teori ekonomi umum yang koheren dan disusun dalam kerangka sejarah.

Dalam penentuan harga di pasar atas sebuah produksi, faktor yang sangat berpengaruh adalah permintaan dan penawaran. Ibnu Khaldun menekankan bahwa kenaikan penawaran atau penurunan permintaan menyebabkan kenaikan harga, demikian pula sebaliknya penurunan penawaran atau kenaikan permintaan akan menyebabkan penurunan harga. Penurunan harga yang sangat drastis akan merugikan pengrajin dan pedagang serta mendorong mereka keluar dari pasar, sedangkan kenaikan harga yang drastis akan menyusahkan konsumen. Harga “damai” dalam kasus seperti ini sangat diharapkan oleh kedua belah pihak, karena ia tidak saja memungkinkan para pedagang mendapatkan tingkat pengembalian yang ditolerir oleh pasar dan juga mampu menciptakan kegairahan pasar dengan meningktakan penjualan untuk memperoleh tingkat keuntungan dan kemakmuran tertentu. Akan tetapi, harga yang rendah dibutuhkan pula, karena memberikan kelapangan bagi kaum miskin yang menjadi mayoritas dalam sebuah populasi.

Dengan demikian, tingkat harga yang stabil dengan biaya hidup yang relatif rendah menjadi pilihan bagi masyarakat dengan sudut pandang pertumbuhan dan keadilan dalam perbandingan masa inflasi dan deflasi. Inflasi akan merusak keadilan, sedangkan deflasi mengurangi insentif dan efisiensi. Harga rendah untuk kebutuhan pokok seharusnya tidak dicapai melalui penetapan harga baku oleh negara karena hal itu akan merusak insentif bagi produksi. Faktor yang menetapkan penawaran, menurut Ibnu Khaldun, adalah permintaan, tingkat keuntungan relatif, tingkat usaha manusia, besarnya tenaga buruh termasuk ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki, ketenangan dan keamanan, dan kemampuan teknik serta perkembangan masyarakat secara keseluruhan. Jika harga turun dan menyebabkan kebangkrutan modal menjadi hilang, insentif untuk penawaran menurun, dan mendorong munculnya resesi, sehingga pedagang dan pengrajin menderita. Pada sisi lain, faktor-faktor yang menentukan permintaan adalah pendapatan, jumlah penduduk, kebiasaan dan adat istiadat masyarakat, serta pembangunan dan kemakmuran masyarakat secara umum.

Menurut Ibnu Khaldun, seorang individu tidak akan dapat memenuhi seluruh kebutuhan ekonominya seorang diri, melainkan mereka harus bekerjasama dengan pembagian kerja dan spesialisasi. Apa yang dapat dipenuhi melalui kerjasama yang saling menguntungkan jauh lebih besar daripada apa yang dicapai oleh individu-individu secara sendirian. Dalam teori modern, pendapat ini mirip dengan teori comparative advantage.

Negara merupakan faktor penting dalam produksi, yakni melalui pembelanjaannya yang akan mampu meningkatkan produksi dan melalui pajaknya akan dapat melemahkan produksi. Pemerintah akan membangun pasar terbesar untuk barang dan jasa yang merupakan sumber utama bagi semua pembangunan. Penurunan belanja negara tidak hanya menyebabkan kegiatan usaha menjadi sepi dan menurunnya keuntungan, tetapi juga mengakibatkan penurunan dalam penerimaan pajak. Semakin besar belanja pemerintah, semakin baik perekonomian karena belanja yang tinggi memungkinkan pemerintah untuk melakukan hal-hal yang dibutuhkan bagi penduduk dan menjamin stabilitas hukum, peraturan, dan politik. Oleh karena itu, untuk mempercepat pembangunan kota, pemerintah harus berada dekat dengan masyarakat dan mensubsidi modal bagi mereka seperti layaknya air sungai yang membuat hijau dan mengaliri tanah di sekitarnya, sementara di kejauhan segalanya tetap kering.

Faktor terpenting untuk prospek usaha adalah meringankan seringan mungkin beban pajak bagi pengusaha untuk menggairahkan kegiatan bisnis dengan menjamin keuntungan yang lebih besar (setelah pajak). Pajak dan bea cukai yang ringan akan membuat rakyat memiliki dorongan untuk lebih aktif berusaha sehingga bisnis akan mengalami kemajuan. Pajak yang rendah akan membawa kepuasan yang lebih besar bagi rakyat dan berdampak kepada penerimaan pajak yang meningkat secara total dari keseluruhan penghitungan pajak.

Kemudian, dengan berlalunya waktu, kebutuhan-kebutuhan negara akan meningkat dan nilai pajak naik untuk meningkatkan hasil. Apabila kenaikan ini berlangsung perlahan-lahan rakyat akan terbiasa, namun pada akhirnya ada akibat kurang baik terhadap insentif sehingga aktivitas usaha mengalami kelesuhan dan penurunan, demikian pula terhadap hasil perpajakannya.

Perekonomian yang makmur di awal suatu pemerintahan menghasilkan penerimaan pajak yang lebih tinggi dari tarif pajak yang lebih rendah, sementara perekonomian yang mengalami depresi akan menghasilkan penerimaan pajak yang lebih rendah dengan tarif yang lebih tinggi. Alasan terjadinya hal tersebut adalah rakyat yang mendapatkan perlakuan tidak adil dalam kemakmuran mereka akan mengurangi keinginan mereka untuk menghasilkan dan memperoleh kemakmuran. Apabila keinginan itu hilang, maka mereka akan berhenti bekerja karena semakin besar pembebanan maka akan semakin besar efek terhadap usaha mereka dalam berproduksi. Akhirnya, jika rakyat enggan menghasilkan dan bekerja, maka pasar akan mati dan kondisi rakyat akan semakin memburuk serta penerimaan pajak juga akan menurun. Oleh karena itu, Ibnu Khaldun menganjurkan keadilan dalam perpajakan. Pajak yang adil sangat berpengaruh terhadap kemakmuran suatu negara. Kemakmuran cenderung bersirkulasi antara rakyat dan pemerintah, dari pemerintah ke rakyat, dan dari rakyat ke pemerintah, sehingga pemerintah tidak dapat menjauhkan belanja negara dari rakyat karena akan mengakibatkan rakyat menjauh dari pemerintah.

Kontribusi Ibnu Khaldun dalam pengembangan ilmu pengetahuan cukup signifikan, namun sayang beliau lahir pada saat dunia Islam mulai mengalami kemunduran. Menurut Chapra (2001) kemunduran umat Islam dimulai sejak abad ke 12 ditandai dengan kemerosoatan moralitas, hilangnya dinamika dalam Islam setelah munculnya dogmatisme dan kekakuan berfikir, kemunduran dalam aktivitas intelektual dan keilmuan, pemberontakan-pemberontakan lokal dan perpecahan di antara umat, peperangan dan serangan dari pihak luar, terciptanya ketidakseimbangan keuangan dan kehilangan rasa aman terhadap kehidupan dan kekayaan, dan faktor-faktor lainnya yang mencapai puncaknya pada abad ke 16 pada masa Dinasti Mamluk Ciscassiyah yang penuh korupsi sehingga mempercepat proses kemunduran tersebut.

Kemajuan dan kemunduran yang dialami oleh umat Islam itu, bukanlah seperti sebuah garis lurus, tetapi naik-turun dan berlangsung beberapa abad lamanya. Berbagai upaya dan usaha telah dilakukan guna menghentikan kemunduran itu, namun karena sebab utama tetap ada, maka kemerosotan terus berlangsung hingga saat ini. Faktor utama untuk menghindari kemunduran tersebut adalah dengan kembali kepada ajaran Islam yang sesungguhnya yang berorientasi kepada falah oriented, yakni menuju kemakmuran di dunia dan kebahagiaan di akhirat.


Penulis: MERZA GAMAL (Pengkaji Sosial Ekonomi Islami)

Tidak ada komentar: