Rabu, 05 Desember 2012

Harta Dalam Al Qur'an


Al Qur'an adalah sebuah Kitab Suci yang memberikan perhatian khusus kepada dunia serta menilainya secara positif dan sama sekali tidak menilai negatif. Oleh karena itulah Al Qur'an menyuruh manusia untuk mempergunakan dan melakukan segala sesuatu dengan baik terhadap sarana-sarana yang disediakan oleh Allah SWT untuk manusia. Dengan demikian, apabila kita tidak mempergunakan sarana-sarana yang Allah sediakan pada jalan yang benar berarti kita tidak menghargai karunia dan nikmat yang Allah berikan kepada kita sebagai manusia.

Harta bukanlah sesuatu yang buruk dan menjijikkan, tetapi harta adalah sesuatu yang baik (khair) dan berfungsi sebagai alat yang membantu kehidupan manusia serta merupakan salah satu karunia Allah yang besar. Harta dipandang buruk dan menjijikkan apabila praktek perolehan dan pemanfaatan harta mengakibatkan hancurnya nilai-nilai kehidupan akhirat yang lebih mulia.

Seorang Muslim diperintahkan untuk mencari nafkah dan menghasilkan harta dengan berjuang sekuat tenaga. Tangan yang mengucurkan bantuan, dalam pandangan Islam jauh lebih baik daripada tangan yang menerima kucuran bantuan sebagaimana yang dikemukakan dalam sebuah hadist Rasulullah SAW “Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah.”.

Status kepemilikan harta menurut Islam dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, yaitu:
1.      Harta sebagai amanah dari Allah SWT.
Harta merupakan amanah bagi manusia, karena manusia tidak mampu mengadakan sesuatu benda dari tiada menjadi ada. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Albert Einstein (seorang ahli Ilmu Fisika), manusia tidak mampu menciptakan energi; yang mampu manusia lakukan adalah mengubah dari satu bentuk energi ke bentuk energi lain. Jadi pencipta awal segala energi adalah Allah SWT.
2.      Harta sebagai perhiasan hidup manusia.
Manusia memiliki kecenderungan yang kuat untuk memiliki, menguasai, dan menikmati harta, namun demikian manusia harus sadar bahwa harta yang dimilikinya hanyalah merupakan perhiasan selama ia hidup di dunia. Sebagai perhiasan hidup, harta seringkali menyebabkan keangkuhan, kesombongan, serta kebanggaan diri sebagaimana yang diungkapkan dalam Surah Al ‘Alaq ayat 6-7.
3.      Harta sebagai ujian keimanan.
Dalam memperoleh dan memanfaatka harta, harus kita perhatikan apakah telah sesuai atau tidak sesuai dengan ajaran Islam. Dalam Surah An Anfaal ayat 28 dikemukakan bahwa sesungguhnya harta dan anak-anak adalah suatu cobaan dari Allah SWT.
4.      Harta sebagai bekal ibadah.
Dengan memiliki harta maka kita dapat melaksanakan perintah Allah SWT dan melaksanakan muamalah di antara sesama manusia melalui kegiatan zakat, infak dan sedekah sebagaimana yang dikemukakan dalam Surah At Taubah Ayat 41 & 60 serta Al Imran Ayat 133-134.

Harta yang kita peroleh wajib melalui cara halal yang telah diatur secara jelas di berbagai ayat-ayat dalam Al Qur'an dan Hadist Rasullulah SAW. Demikian pula dalam menggunakan atau membelanjakan harta harus pula dengan cara yang baik demi memperoleh ridho Allah SWT serta tercapainya distribusi kekayaan yang adil di tengah-tengah masyarakat. Penggunaan atau pembelanjaan harta wajib dibatasi pada sesuatu yang halal dan sesuai Syariah. Dengan demikian, harta kita jangan sampai digunakan untuk perjudian, membeli minuman keras dan barang-barang yang diharamkan, membayar perzinahan, atau apa saja yang dilarang oleh Syariah.

Dalam menggunakan hartanya, seorang Muslim juga dianjurkan untuk menyimpan atau menginvestasikan hartanya sesuai dengan petunjuk yang telah digariskan oleh Al Qur'an dan Hadist. Jika ia menyimpan hartanya, hendaklah ia mengeluarkan zakat dan kewajiban lain yang berhubungan dengan itu; dan jika ia menginvestasikan hartanya, maka ia harus memilih bisnis yang halal dan menjauhi bisnis yang diharamkan serta menghindari transaksi bisnis yang mengandung “riba”. Seorang Muslim diperintahkan menanamkan modalnya dalam bisnis yang halal, meskipun mungkin akan menghasilkan keuntungan yang sedikit jika dibandingkan dengan investasi pada wilayah-wilayah yang haram.

Sistem pendistribusian penggunaan dan pembelanjaan harta kekayaan dalam Al Qur'an didasarkan pada anjuran infaq, yang akan memberikan garansi bagi tersebarnya secara meluas distribusi kekayaan. Sistem ini adalah sebuah antitesa dari praktek-praktek riba yang mengumpulkan kekayaan pada satu tangan dan pada saat yang bersamaan terdapat perlakuan eksploitatif terhadap masyarakat yang kurang mampu. Dua konsep itu, yakni infaq dan riba, sangat berseberangan secara mendasar, tujuan dan konsekuensinya. Konsep infaq, yakni membelanjakan harta kekayaannya demi kepentingan orang lain, sedangkan konsep riba adalah menggerogoti harta kekayaan orang lain secara tidak adil.

Al Qur'an memberikan kebebasan bagi pemilik harta untuk menggunakannya demi kepentingan dan kepuasan dirinya beserta keluarganya sebagaimana yang diungkapkan dalam Surah Ath Thalaaq ayat 7, dan Al Qur'an juga mencanangkan kewajiban bagi pemilik harta kekayaan untuk menyisihkan sebagian harta yang dimilikinya bagi orang-orang yang berhak menerimanya sebagaimana diungkapkan dalam Surah At Taubah ayat 34-35 & 60.

Seseorang yang membelanjakan harta di jalan Allah, berarti ia adalah seorang yang telah membangun hubungan dengan Allah dalam mencari nafkah hidup mereka, dan pahala mereka akan berlipat ganda. Rasulullah menyatakan bahwa seluruh manusia adalah satu “keluarga” Allah, dan manusia yang paling dekat kepada Allah adalah orang yang paling baik terhadap “keluarga” Nya.

Al Qur'an dalam beberapa ayat mengutuk sifat tamak, kikir, dan penimbunan harta. Tamak dan kikir timbul pada diri seseorang akibat rasa cinta yang berlebihan pada dunia. Salah satu penyebab tamak dan kikir adalah “riba”, karena merupakan factor utama timbulnya konsentrasi kekayaan. Penimbunan harta  dan terkonsentrasinya kekayaan pada segelintir orang dilarang secara tegas dalam Surah Al Hasyr ayat 7.

Menurut seorang ulama tingkat dunia, Mufti Muhammad Syafi’, terkonsentrasinya kekayaan pada sekelompok orang tertentu merupakan sesuatu yang terkutuk dan dosa yang sangat memalukan, sedangkan eksistensi riba adalah instrumen utama yang melahirkan dan membuka koridor kejahatan, dan pelarangan riba adalah sebuah garansi yang akan sanggup menggempur pengkonsentrasian dan penimbunan harta menuju distribusi kekayaan yang merata.

Alasan lain mengapa penimbunan harta itu dikutuk adalah karena di samping ia menghambat sirkulasi normal kekayaan, ia juga merupakan tindakan kejahatan karena menimbulkan kerugian produksi, konsumsi dan perdagangan, atau dengan kata lain penimbunan harta akan menghambat jalannya aktivitas perekonomian secara luas.

Berdasarkan uraian singkat di atas, dapat disimpulkan bahwa Al Qur'an telah dengan jelas memberikan gambaran dalam mengunakan atau membelanjakan harta kekayaan, yakni sebagai berikut:
1.      Menekankan perlunya infaq ;
2.      Melarang sikap boros terhadap harta dan menggunakannya dalam hal-hal yang dilarang oleh Syariah;
3.      Melarang riba, penimbunan harta, monopoli, kikir, tamak, dan semua bentuk kejahatan dan aktivitas yang tidak adil.

Sebagai seorang yang beriman, marilah kita mengendalikan diri dengan mengikuti ajaran Al Qur'an dan Hadist Rasulullah SAW dalam menggunakan dan membelanjakan harta kekayaan dan menyadari bahwa kita hanyalah seorang pemegang amanah dari harta kekayaan yang saat ini kita nikmati, karena pemilik absolut dari semua harta kekayaan tersebut adalah Allah SWT.

Firman Allah SWT, yang artinya:
“Dan sesungguhnya Dia memberikan kekayaan dan kecukupan.” (QS. 53/ An Najm: 48)




Selasa, 04 Desember 2012

Etika Bisnis Dalam Al Qur'an

13546875861237513635
Tulisan ini merupakan bagian dari Buku saya yang diterbitkan oleh Unri Press tahun 2004.


Firman Allah SWT:
“ ……Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sesuai kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah adil walaupun dia adalah kerabat(mu). Dan penuhilah janji Allah. Demikianlah yang telah diperintahkan-Nya kepadamu agar kamu mendapat peringatan.” (QS. 6/ Al An’aam:152)
Al Qur’an dan Hadist telah memberikan resep tertentu dalam tatakrama demi kebaikan seorang pelaku bisnis. Seorang pelaku bisnis diwajibkan berperilaku dengan etika bisnis sesuai yang dianjurkan oleh Al Qur’an dan Sunnah yang terangkum dalam 3 (tiga) garis besar, yakni :
1.      Murah Hati
2.      Motivasi untuk Berbakti
3.      Ingat Allah dan Prioritas Utama-Nya

Banyak ayat-ayat Al Qur’an dan Hadist Nabi yang memerintahkan kaum Muslimin untuk bermurah hati. Orang yang beriman diperintahkan untuk bermurah hati, sopan dan bersahabat saat melakukan dealing dengan sesama manusia. Al Qur’an secara ekspresif memerintahkan agar kaum Muslimin bersifat lembut dan sopan manakala berbicara dengan orang lain sebagaimana yang tercantum dalam Surah Al Baqarah ayat 83 dan Surah Al Israa’ ayat 53.

Tindakan murah hati, selain bersikap sopan dan santun, adalah memberikan maaf dan berlapang dada atas kesalahan yang dilakukan orang lain, serta membalas perlakuan buruk dengan perilaku yang baik, sehingga dengan tindakan yang demikian musuh pun akan bisa menjadi teman yang akrab. Selain itu hendaknya seorang Muslim dapat memberikan bantuan kepada orang lain yang membutuhkan kapan saja ia dibutuhkan tanpa berpikir tentang kompensasi yang akan didapat.

Manifestasi lain dari sikap murah hati adalah menjadikan segala sesuatu itu gampang dan lebih mudah serta tidak menjadikan orang lain berada dalam kesulitan. Islam menginginkan para pemeluknya untuk selalu membantu, dan mementingkan orang lain lebih dari dirinya sendiri ketika orang lain itu sangat membutuhkannya dan berlaku moderat dalam memberikan bantuan.

Melalui keterlibatannya di dalam aktivitas bisnis, seorang Muslim hendaknya berniat untuk memberikan pengabdian yang diharapkan oleh masyarakat dan manusia secara keseluruhan. Cara-cara eksploitasi kepentingan umum, atau berlaku menciptakan sesuatu kebutuhan yang sangat artificial, sangat tidak sesuai dengan ajaran Al Qur’an. Agar seorang Muslim mampu menjadikan semangat berbakti mengalahkan kepentingan diri sendiri, maka ia harus selalu mengingat petunjuk-petunjuk berikut:
1.      Mempertimbangkan kebutuhan dan kepentingan orang lain;
2.      Memberikan bantuan yang bebas bea dan menginfakkannya kepada orang yang membutuhkannya;
3.      Memberikan dukungan dan kerjasama untuk hal-hal yang baik.

Kekurangan atau ketiadaan mengikuti petunjuk-petunjuk di atas, akan dianggap sebagai bisnis yang merugikan. Adapun elemen-elemen dari bisnis yang merugikan menurut Al Qur’an adalah:
1.   Investasi yang Jelek
Menurut Al Qur'an investasi yang jelek adalah jika dalam sebuah transaksi seorang pelaku bisnis tidak memperoleh keuntungan bahkan kehilangan modal  dan akhirnya bangkrut total. Hal ini disebabkan dalam berbisnis, ia membeli dunia dengan akhirat, menjual ayat-ayat Allah dengan harga yang sangat murah untuk memperoleh keuntungan dunia yang kecil, menjual diri mereka untuk hal-hal yang bersifat magis dan sihir serta kekafiran, membeli kesesatan dengan petunjuk dan membeli siksa dengan ampunan, membeli kekafiran dengan keimanan, serta menjadikan tujuan pekerjaannya hanya untuk memperoleh kenikmatan dunia, menyerahkan diri dan pengabdiannya kepada selain Allah, membuang modal yang paling berharga, yakni kehidupannya sendiri dengan hal-hal yang tidak benar dan tidak tepat guna.

2.   Keputusan yang Tidak Sehat
Al Qur’an secara tegas menyatakan bahwa keputusan yang tidak sehat akan mengakibatkan kerugian yang lebih besar. Contoh-contoh pengambil keputusan yang tidak sehat antara lain adalah: mementingkan kehidupan dunia daripada akhirat, lebih menyukai hal-hal yang kotor karena keuntungan yang melimpah, iman tidak kokoh dan labil, menyandarkan diri kepada harta dan kekuasaan, menginginkan kemegahan dunia, tidak tertarik pada kebenaran dan hidayah, mencari pelindung palsu selain Allah, membeli sesuatu yang menjauhkan dirinya dari jalan yang ditunjukkan Allah, lebih menyukai bisnis dan hiburan daripada kemakmuran yang sesungguhnya (yakni kekayaan akal dan spiritual), terlalu disibukkan oleh harta dan anak-anak daripada ingat dan zikir kepada Allah, melupakan hari kiamat dan berperilaku jahat.

3.   Perilaku yang Buruk dan Jahat
Perilaku yang buruk dan jahat menurut Al Qur’an, antara lain adalah: tidak beriman dan menolak petunjuk yang diwahyukan Allah, menyembunyikan ayat-ayat Allah dan menjualnya dengan murah, menyakiti perasaan orang lain dengan menyebut kebaikannya, bersedekah hanya untuk mendapat perhatian orang, bersikap bakhil dan merasa dirinya cukup, mempraktekkan riba, membelanjakan harta tanpa dasar keimanan, menjadi orang tidak beriman dan kafir, menjadi pengkhianat, melibatkan diri dalam minuman keras dan perjudian, melakukan tindakan keji dan tidak terhormat, mengkhianati amanah dan kepercayaan, menjadi pembangkang dan pemberontak pada Allah, menimbun harta namun tidak mengeluarkan kewajiban atasnya, tidak menghargai aturan moral saat berhubungan dengan manusia, merusak kesepakatan dan janji, tidak tahu berterimakasih, melakukan dosa-dosa, kebrutalan dan transgresi (pelanggaran hukum), melakukan penyiksaan pada orang-orang yang menjalankan keyakinannya, memaksa orang melakukan prostitusi, menjadi manusia sombong dan takbur, melakukan kebohongan dan menyalahgunakan sumpah orang lain, mengajarkan suatu ilmu tetapi dia sendiri tidak melakukan ajaran tersebut, menghindar untuk membayar kewajiban zakat, memberikan bantuan untuk mengharapkan balasan yang lebih banyak, serta mengurangi ukuran dan timbangan.

Al Qur’an memperingatkan dengan jelas bahwa seluruh aksi dan transaksi, bahkan niat dan delibrasi dari setiap manusia, selalu disorot dan dimonitor dengan cara yang akurat, karena Allah itu Maha Melihat, Maha Mendengar, dan Maha Tahu terhadap semua yang dilakukan dan ditransaksikan oleh manusia. Namun lebih daripada itu, banyak ayat-ayat Al Qur’an mengatakan tentang adanya catatan dan buku amal yang dengan teliti dan seksama telah dipersiapkan untuk diserahkan pada manusia pada hari akhir nanti. Al Qur’an secara eksplisit menyatakan tentang pahala dan siksa yang akan diterima manusia pada hari akhir nanti, berdasarkan perilaku manusia selama di dunia. Akan tetapi, Al Qur’an tidak hanya mendeskripsikan masalah baik dan buruk, namun juga tentang pahala bagi perilaku yang baik dan siksa bagi perilaku yang jahat. Al Qur’an menyebutkan pahala yang melimpah bagi perilaku-perilaku yang baik yang dituangkan pada 30 ayat, dan siksaan bagi tindakan yang jahat dan keji pada 34 ayat.

Dari pembahasan singkat di atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa konsep Al Qur’an tentang bisnis sangat komprehensif dan parameter yang digunakan menyangkut urusan dunia dan akhirat. Bisnis yang sukses menurut Al Qur’an adalah bisnis yang membawa keuntungan pada pelakunya dalam dua fase kehidupan, yakni dunia dan akhirat, sehingga saat terjadi konflik diantara keduanya, maka tindakan yang bijak sangat dibutuhkan, yakni dengan meninggalkan keuntungan yang cepat namun fana, demi memperoleh keuntungan yang abadi untuk di yaumil akhir nanti. Jadi, seorang Muslim diperintahkan untuk selalu mengingat Allah, meskipun dalam keadaan sedang sibuk oleh aktivitas mereka.

Dengan demikian, sebagai umat Islam, kita hendaknya sadar dan responsive terhadap prioritas-prioritas yang telah ditentukan oleh Sang Maha Pencipta. Prioritas-prioritas yang harus didahulukan adalah:
1.   Mendahulukan mencari pahala yang besar dan abadi di akhirat ketimbang keuntungan kecil dann terbatas yang ada di dunia;
2.   Mendahulukan sesuatu yang secara moral bersih daripada sesuatu yang secara moral kotor, meskipun akan mendatangkan keuntungan yang lebih besar;
3.   Mendahulukan pekerjaan yang halal daripada yang haram;
4.   Mendahulukan bisnis yang bermanfaat bagi alam dan lingkungan sekitarnya daripada bisnis yang merusak tatanan yang telah baik.

Dari bahasan singkat di atas dapat disimpulkan, bahwa perilaku bisnis yang baik dan benar  telah di atur dengan seksama di dalam Al Qur’an  sebagai pedoman  hidup yang komprehensif dan universal bagi seluruh umat Islam. Dengan demikian marilah kita mulai menerapkan etika bisnis menurut ajaran yang dibawa oleh Rasulullah Shallullahu Alaihi wa Sallam sejak empat belas abad yang lalu tanpa perlu bimbang dan ragu lagi.


Penulis: Merza Gamal (Pengkaji Sosial Ekonomi Islami)

Catatan: Tulisan ini merupakan bagian dari buku “Aktivitas Ekonomi Syariah: Catatan Dakwah Seorang Praktisi Perbankan Syariah”, Merza Gamal, Unri Press, 2004

Legitimasi Bisnis Dalam Al Qur'an

13546224231269214787
Berbisnis atau menjadi pedagang adalah sebuah perbuatan mulia dalam ajaran Al Qur'an


Firman Allah SWT:
“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (QS.62/ Al-Jumu’ah: 10)

Sejak adanya kehidupan manusia di permukaan bumi, hajat untuk hidup secara kooperatif di antara manusia telah dirasakan dan telah diakui sebagai faktor esensial agar dapat survive dalam kehidupan. Seluruh anggota manusia bergantung kepada yang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Ketergantungan mutualistik dalam kehidupan individu dan sosial di antara manusia telah melahirkan sebuah proses evolusi gradual dalam pembentukan system pertukaran barang dan pelayanan. Dengan semakin berkembangnya peradaban manusia dari zaman ke zaman, system pertukaran ini berevolusi dari bentuk yang sederhana kepada bentuk bisnis modern.

Al Qur’an sebagai pegangan hidup umat Islam telah mengatur kegiatan bisnis secara eksplisit, dan memandang bisnis sebagai sebuah pekerjaan yang menguntungkan dan menyenangkan, sehingga Al Qur’an sangat mendorong dan memotivasi umat Islam untuk melakukan transaksi bisnis dalam kehidupan mereka. Al Qur’an mengakui legitimasi bisnis, dan juga memaparkan prinsip-prinsip dan petunjuk-petunjuk dalam masalah bisnis yang dapat diklasifikasikan dalam 3 (tiga) bagian, yakni sebagai berikut:
1.      Kebebasan dalam Usaha
2.      Keadilan Sosial
3.      Tatakrama Perilaku Bisnis

Al Qur’an mengakui hak individu dan kelompok untuk memiliki dan memindahkan suatu kekayaan secara bebas dan tanpa paksaan. Al Qur’an mengakui otoritas deligatif terhadap harta yang dimiliki secara legal oleh seorang individu atau kelompok. Al Qur’an memberikan kemerdekaan penuh untuk melakukan transaksi apa saja, sesuai dengan yang dikehendaki dengan batas-batas yang ditentukan oleh Syariah. Kekayaan dianggap sebagai sesuatu yang tidak bisa diganggu gugat dan tindakan penggunaan harta orang lain dengan cara tidak halal atau tanpa izin dari pemilik yang sah merupakan hal yang dilarang. Oleh karena itu, penghormatan hak hidup, harta dan kehormatan merupakan kewajiban agama sebagaimana terungkap dalam Surah An Nisaa’ ayat 29.

Pengakuan Al Qur’an terhadap pemilikan harta benda, merupakan dasar legalitas seorang Muslim untuk mengambil keputusan yang berhubungan dengan harta miliknya, apakah dia akan menggunakan, menjual atau menukar harta miliknya dengan bentuk kekayaan yang lain. Al Qur’an memberikan kebebasan berbisnis secara sempurna, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Pembatasan dalam hal keuangan dan kontrol pertukaran juga dibebaskan, karena hal itu menyangkut kebebasan para pelaku bisnis. Kompetensi terbuka didasarkan pada hukum natural dan alami, yakni berdasarkan penawaran dan permintaan (supply dan demand).

Akan tetapi perlu diingat bahwa legalitas dan kebebasan di atas, jangan diartikan dapat menghapuskan semua larangan tata aturan dan norma yang ada di dalam kehidupan berbisnis. Seorang Muslim diwajibkan melaksanakan secara penuh dan ketat semua etika bisnis yang ditata oleh Al Qur’an pada saat melakukan semua transaksi, yakni:
1.      Adanya ijab qabul (tawaran dan penerimaan) antara dua pihak yang melakukan transaksi;
2.      Kepemilikan barang yang ditransaksikan itu benar dan sah
3.      Komoditas yang ditransaksikan berbentuk harta yang bernilai
4.      Harga yang ditetapkan merupakan harga yang potensial dan wajar
5.      Adanya opsi bagi pembeli untuk membatalkan kontrak saat jika mendapatkan kerusakan pada komoditas yang akan diperjualbelikan (Khiyar Ar-Ru’yah)
6.      Adanya opsi bagi pembeli untuk membatalkan kontrak yang terjadi dalam jangka waktu tertentu yang disepakati oleh kedua belah pihak (Khiyar Asy- Syarth)

Meskipun dalam melakukan transaksi bisnis, seorang Muslim harus juga memperhatikan keadilan sosial bagi masyarakat  luas. Ajaran Al Qur’an yang menyangkut keadilan dalam bisnis dapat dikategorikan menjadi dua, yakni bersifat imperatif (perintah) dan berbentuk perlindungan.

Salah satu ajaran Al Qur’an yang paling penting dalam masalah pemenuhan janji dan kontrak adalah kewajiban menghormati semua kontrak dan janji, serta memenuhi semua kewajiban. Al Qur’an juga mengingatkan bahwa setiap orang akan dimintai pertanggungjawabannya dalam hal yang berkaitan dengan ikatan janji dan kontrak yang dilakukannya sebagaimana terdapat dalam Surah  Al Israa’ ayat 34. Hal ini merupakan bukti nyata bahwa Al Qur’an menginginkan keadilan terus ditegakkan dalam melakukan semua kesepakatan yang telah disetujui. Kepercayaan konsumen memainkan peranan yang vital dalam perkembangan dan kemajuan bisnis. Itulah sebabnya mengapa semua pelaku bisnis besar melakukan segala daya upaya untuk membangun kepercayaan konsumen.  Al Qur’an berulangkali menekankan perlunya hal tersebut, melalui ayat-ayat yang memerintahkan umat Islam untuk menimbang dan mengukur dengan cara yang benar dan akurat, dan memperingatkan dengan keras siapa saja yang melakukan kecurangan akan mendapat konsekuensi yang pahit dan getir dari Allah SWT.

Islam juga peduli terhadap hukum perlindungan terhadap hak-hak dan kewajiban mutualistik antara pekerja dengan yang mempekerjakan. Etika kerja dalam Islam mengharuskan, bahwa gaji dan bayaran serta spesifikasi dari sebuah pekerjaan yang akan dikerjakan harus jelas dan telah disetujui pada saat adanya kesepakatan awal, dan pembayaran telah dilakukan pada saat pekerjaan itu telah selesai tanpa ada sedikitpun penundaan dan pengurangan. Para pekerja juga mempunyai kewajiban untuk mengerjakan pekerjaannya secara benar, effektif,  dan effisien. Al Qur’an mengakui adanya perbedaan upah di antara pekerja atas dasar kualitas dan kuantitas kerja yang dilakukan sebagaimana  yang  dikemukakan  dalam  Surah Al Ahqaaf  ayat 19,  Surah   Al Najm ayat 39-41. Sungguh sangat menarik apa yang ada dalam Al Qur’an yang tidak membedakan perempuan dengan laki-laki dalam tataran dan posisi yang sama untuk masalah kerja dan upah yang mereka terima, sebagaimana yang terungkap dalam Surah Ali’ Imran ayat 195.

Al Qur’an memerintahkan kepada manusia untuk bertindak jujur, tulus, ikhlas, dan benar dalam semua perjalanan hidupnya, dan hal ini sangat dituntut dalam bidang bisnis. Islam memerintahkan semua transaksi bisnis harus dilakukan dengan jujur dan terus terang, dan tidak dibenarkan adanya penipuan, kebohongan serta eksploitasi dalam segala bentuknya. Perintah ini mengharuskan setiap pelaku bisnis secara ketat berlaku adil dan lurus dalam semua dealing dan transaksi bisnisnya.

Islam juga menganjurkan, untuk melakukan tugas-tugas dan pekerjaan tanpa ada penyelewelengan dan kelalaian, dan bekerja secara efisien dan penuh kompentensi. Ketekunan dan ketabahan dalam bekerja dianggap sebagai sesuatu yang mempunyai nilai terhormat. Suatu pekerjaan kecil yang dilakukan secara konstan dan professional lebih baik dari sebuah pekerjaan besar yang dilakukan dengan cara musiman dan tidak professional. Hal ini sesuai dengan Sabda Rasullulah yang berbunyi “Sebaik-baiknya pekerjaan adalah yang dilakukan penuh ketekunan walaupun sedikit demi sedikit.” (Hadist diriwayatkan oleh H.R. Tirmidzi).

Kompentensi dan kejujuran adalah dua sifat yang membuat seseorang dianggap sebagai pekerja handalan seperti yang dinyatakan dalam Surah Al Qashash ayat 26. Standard Al Qur’an untuk kepatutan sebuah pekerjaan adalah berdasarkan pada keahlian dan kompetensi seseorang dalam bidangnya. Ini merupakan hal penting, karena tanpa adanya kompentensi dan kejujuran, maka bisa dipastikan tidak akan lahir efisiensi dari seseorang. Oleh karena itu, merupakan kewajiban bagi pemilik otoritas untuk melakukan investigasi sebelum ia menentukan seseorang dalam jabatan publik tertentu, terutama dalam posisi-posisi kunci dan pengambil keputusan.

Al Qur’an juga memerintahkan kaum Muslimin untuk melakukan penyelidikan dan verifikasi (tabayyun) terhadap semua pernyataan dan informasi yang datang sebelum ia mengambil suatu keputusan dan melaksanakan sebuah aksi (tindakan), serta melaksanakan investigasi terhadap komoditas tertentu sebelum memutuskan untuk melakukan pembelian.

Dalam rangka penerapan keadilan dalam perilaku bisnis, Al Qur’an telah memberikan petunjuk-petunjuk yang pasti bagi orang-orang yang beriman yang berguna sebagai alat perlindungan sebagaimana yang diatur dalam Surah Al Baqarah ayat 282-283. Alat perlindungan yang dimaksud adalah mebuat kontrak pada saat bisnis dilakukan, terutama untuk jual-beli yang dilakukan tidak dengan cara tunai (cash). Penulisan Kontrak tersebut harus disertai dengan saksi, minimal 2 (dua) orang laki-laki atau  1 (satu) orang laki-laki  dan 2 (dua) orang perempuan.  Perlindungan lainnya, bagi transaksi bisnis yang tidak dilakukan dengan tunai adalah jaminan barang milik pihak yang berhutang kepada pihak yang memberi piutang hingga seluruh transaksi pembayaran terakhir selesai dilaksanakan.

Dalam pandangan Al Qur’an, tanggung jawab individual sangat penting dalam sebuah transaksi bisnis. Karena setiap individu bertanggungjawab terhadap semua transaksi yang dilakukannya dan tidak ada seorangpun yang memiliki previlage tertentu atau imunitas untuk menghadapi konsekuensi terhadap apa yang dilakukannya. Hal tersebut merupakan alat pencegah terhadap terjadinya tindakan yang tidak bertanggungjawab, karena setiap orang akan dimintai pertanggung-jawabannya baik di dunia maupun di akhirat.

Penulis: Merza Gamal (Pengkaji Sosial Ekonomi Islami)

Catatan: Tu;isan ini merupakan bagian dari Buku “Aktivitas Ekonomi Syariah; Catatan Dakwah Seorang Praktisi Perbankan Syariah”

Senin, 03 Desember 2012

Konsep Bisnis dalam Al Qur'an


1354527395349334340
Tulisan ini merupakan bagian dari buku Aktivitas Ekonomi Syariah; Catatan Dakwah Seorang Praktisi Pebankan Syariah, Unri Press, 2004


Bisnis selalu memegang peranan vital di dalam kehidupan sosial dan ekonomi manusia sepanjang masa, sehingga kepentingan bisnis akan mempengaruhi tingkah laku bagi semua tingkat individu, sosial, regional, nasional, dan internasional.

Umat Islam telah lama terlibat dalam dunia bisnis, yakni sejak empat belas abad yang silam. Fenomena tersebut bukanlah suatu hal yang aneh, karena Islam menganjurkan umatnya untuk  melakukan kegiatan bisnis. Rasulullah Shallullahu Alaihi  wa Sallam sendiri terlibat di dalam kegiatan bisnis selaku pedagang bersama istrinya Khadijah.

Al Qur’an sebagai Kitab Suci Umat Islam bukan hanya mengatur masalah ibadah yang bersifat ritual, tetapi juga memberikan petunjuk yang sempurna (komprehensif) dan abadi (universal) bagi seluruh umat manusia. Al Qur’an mengandung prinsip-prinsip dan petunjuk-petunjuk yang fundamental untuk setiap permasalahan manusia, termasuk masalah-masalah yang berhubungan dengan dunia bisnis

Seorang ilmuwan dari Barat, C.C. Torrey dalam disertasinya yang berjudul “The Commercial Theological Terms in the Koran” menyatakan bahwa Al Qur’an menggunakan terminology bisnis sedemikian ekstensif. Ia menemukan 20 (dua puluh) macam terminology bisnis dalam Al Qur’an  dan diulang sebanyak 370 kali dalam berbagai ayat. Penggunaan terminology bisnis yang sedemikian banyak itu, menunjukkan sebuah manifestasi adanya spirit yang bersifat komersial dalam Al Qur’an.

Al Qur’an mengatur kegiatan bisnis secara eksplisit dengan banyaknya instruksi yang sangat detail tentang hal yang dibolehkan dan tidak dibolehkan dalam menjalankan praktek bisnis. Para peneliti yang meneliti tentang hal-hal yang ada dalam Al Qur’an mengakui bahwa praktek perundang-undangan Al Qur’an selalu berhubungan dengan transaksi. Hal ini menandakan bahwa betapa aktivitas bisnis itu sangat penting menurut Al Qur’an.

Al Qur’an memandang bisnis sebagai pekerjaan yang menguntungkan dan menyenangkan. Kitab suci umat Islam ini dengan  tandas mendorong para pedagang untuk melakukan sebuah perjalanan yang jauh dan melakukan bisnis dengan para penduduk di negeri asing. Hal itu berarti bahwa perdagangan lintas batas atau globalisasi bukanlah sesuatu yang aneh dalam Al Qur’an.

Di samping penghormatannya terhadap bisnis, Al Qur’an juga seringkali membicarakan makna kejujuran dan keadilan dalam perdagangan. Al Qur’an sangat menghargai aktivitas bisnis yang selalu menekankan kejujuran dalam hal bargaining sebagaimana yang diatur dalam Surah Al An’aam ayat 152, Surah Al Israa’ ayat 35, dan Surah Ar Rahmaan ayat 9.

Menurut Al Qur’an, bisnis yang menguntungkan adalah bukan hanya dengan melakukan ukuran yang benar dan timbangan yang tepat, tetapi juga dengan menghindarkan segala bentuk  dan praktek kecurangan yang kotor dan korup sebagaimana yang diungkapkan dalam Surah Al A’raaf ayat 85 dan Surah Al Israa’ ayat 35. Al Qur’an menekankan bahwa sebuah bisnis yang kecil lewat jalan halal dan thayyib (baik), jauh lebih baik daripada bisnis besar yang dilakukan dengan cara yang haram dan khabits (jelek).

Perilaku bisnis yang benar menurut Al Qur’an adalah menepati janji dan kesepakatan, menjaga amanah dan janji, adil dan moderat dalam berhubungan dengan sesama, memiliki pandangan masa depan yang tajam untuk mengatur dan menyimpan sesuatu guna menghadapi masa-masa sulit, serta selalu ingat Allah dengan membayar zakat dan menunaikan shalat.

Al Qur’an mendeklarasikan bahwa kekayaan dan anak-anak adalah ujian krusial untuk sebuah integritas manusia, sebab jika manusia mampu berlaku baik saat mereka berada ditengah harta dan anak-anaknya, maka dia juga akan mendapatkan pahala yang baik. Hal ini dianggap sebagai sebuah perilaku baik sebagaimana yang tercantum dalam Surah At Taghaabun ayat 15.

Berdasarkan uraian di atas, dapat kita lihat, sikap Al Qur’an bukan saja mengizinkan transaksi bisnis, tetapi juga mendorong dan memotivasi hal tersebut. Namun untuk memberikan penjelasan yang lebih akurat dan jelas untuk membedakan antara bisnis yang menguntungkan dan bisnis yang menjerumuskan, perlu kiranya kita bahas lebih lanjut pada suatu pembahasan khusus.

Al Qur’an memandang kehidupan manusia sebagai sebuah proses yang berkelanjutan. Dalam pandangan Al Qur’an, kehidupan manusia dimulai sejak kelahiran dan tidak berhenti pada saat kematian. Hidup setelah mati, adalah sebuah keimanan yang sangat vital dan esensial. Tanpa keimanan pada hal yang sangat vital dan esensial, maka semua struktur dari system keimanan Al Qur’an akan rusak dan berantakan.

Manusia harus bekerja bukan hanya untuk meraih sukses di dunia, namun juga kesuksesan di akhirat. Semua hasil pekerjaan seseorang akan mengalami efek yang sedemikian besar pada diri seseorang, baik efek positif maupun negatif. Seorang penganut agama Islam harus bertanggungjawab dan memikul semua konsekuensi aksi dan transaksinya selama di dunia pada saat nanti di akhirat, yang kemudian dikenal dengan Yaumil Hisaab (Hari Perhitungan) dan Yaum al-Diin (hari Pembalasan).

Dengan demikian, konsep Al Qur’an tentang bisnis dilihat dari seluruh aspek perjalanan hidup manusia. Suatu bisnis tidak dianggap berhasil, jika hanya membawa keuntungan pada waktu tertentu saja, dan kemudian mengalami kebangkrutan atau kerugian yang diderita melampaui keuntungan yang pernah dicapai. Bisnis akan dianggap berhasil dan menguntungkan, jika apa yang didapat oleh seorang pelaku bisnis melebihi ongkos yang dikeluarkan atau melampaui kerugian yang diderita serta mempunyai manfaat bagi masyarakat dan lingkungan. Skala perhitungan semacam bisnis ini akan ditentukan pula di hari akhir nanti.

Al Qur’an memperingatkan dengan jelas bahwa seluruh aksi dan transaksi, bahkan niat dan delibrasi dari setiap manusia, selalu disorot dan dimonitor dengan cara yang akurat, karena Allah itu Maha Melihat, Maha Mendengar, dan Maha Tahu terhadap semua yang dilakukan dan ditransaksikan oleh manusia. Namun lebih daripada itu, banyak ayat-ayat Al Qur’an mengatakan tentang adanya catatan dan buku amal yang dengan teliti dan seksama telah dipersiapkan untuk diserahkan pada manusia pada hari akhir nanti.

Al Qur’an secara eksplisit menyatakan tentang pahala dan siksa yang akan diterima manusia pada hari akhir nanti, berdasarkan perilaku manusia selama di dunia. Akan tetapi, Al Qur’an tidak hanya mendeskripsikan masalah baik dan buruk, namun juga tentang pahala bagi perilaku yang baik dan siksa bagi perilaku yang jahat. Al Qur’an menyebutkan pahala yang melimpah bagi perilaku-perilaku yang baik yang dituangkan pada 30 ayat, dan siksaan bagi tindakan yang jahat dan keji pada 34 ayat.

Dengan pembahasan singkat di atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa konsep Al Qur’an tentang bisnis sangat komprehensif dan parameter yang digunakan menyangkut urusan dunia dan akhirat. Bisnis yang sukses menurut Al Qur’an adalah bisnis yang membawa keuntungan pada pelakunya dalam dua fase kehidupan, yakni dunia dan akhirat, sehingga saat terjadi konflik diantara keduanya, maka tindakan yang bijak sangat dibutuhkan, yakni dengan meninggalkan keuntungan yang cepat namun fana, demi memperoleh keuntungan yang abadi untuk di yaumil akhir nanti.

Penulis: Merza Gamal (Pengkaji Sosial Ekonomi Islami)

Kamis, 29 November 2012

Sandiaga Uno, Pesona Seorang Pengusaha Muda Kaya Indonesia, Rupawan, Santun, dan Bersahaja


13542564351271413621
Pesona Seorang Pengusaha Muda Kaya Indonesia, Rupawan, Santun, dan Bersahaja.


Sandiaga Uno, founder Saratoga Group, siapa yang tak tahu dengan dia. Sandiaga merupakan pengusaha muda Indonesia yang tercatat dalam daftar 40 orang terkaya Indonesia versi majalah Forbes. Selain sebagai salah satu orang kaya Indonesia, Sandiaga pun memiliki wajah tampan dan penampilan fisik yang mengalahkan model-model top Indonesia. Saat ini, Sandiaga merupakan salah satu ikon orang muda yang berhasil dan bisnisnya dan sering pula diminta berbicara di berbagai forum untuk memotivasi banyak orang untuk menuju sebuah kesuksesan.

Pada akhir tahun 2011 yang lalu, kantor kami berkesempatan menghadirkan Sandiaga Uno dalam Rapat Kerja Tahunan sebagai pembicara tamu. Memang pilihan panitia Raker menghadirkan Sandiaga tidak salah, selain memberikan informasi tentang perkembangan dunia usaha saat itu dan ke depan, beliau juga memberikan motivasi bagi para peserta raker yang kebetulan sebagian besar merupakan anak-anak muda yang menjadi pimpinan cabang di seluruh Indonesia dan manager-manager kantor pusat yang berkaitan dengan bisnis.

Awal penampilan Sandiaga Uno sudah memukau hadirin. Bagaimana tidak namanya sering disebut dan sering tampil di media, baik dalam berita maupun sebagai bintang iklan beberapa korporasi. Sandiaga Uno saat itu tampil bersahaja dengan baju koko, bukan jas seperti para peserta Raker. Penampilannya tidak menunjukkan seorang pengusaha besar di Indonesia, sangat sangat bersahaja. Tapi karena wajahnya dan penampilan fisiknya yang seperti model, penampilannya menjadi sangat luar biasa.

Pada saat Sandiaga Uno berbicara, terlihat bahwa betapa briliannya beliau. Dan satu lagi yang sangat mempesona dari Sandiaga Uno, yaitu bicaranya yang santun dan sangat sarat dengan bahasa-bahasa spiritual. Melihat penampilan Sandiaga dari dekat, berasa seperti melihat seorang ustadz muda yang bersahaja tapi memiliki wajah nan rupawan. Meskipun memakai baju koko, tapi penampilannya mengalahkan peserta yang memakai jas lengkap.

Pelajaran yang dapat kuperoleh dari sedemikian banyak ilmu yang kuperoleh dari pembicaraan Sandiaga Uno di Raker tersebut selama satu jam, antara lain adalah bahwa yang terpenting adalah sebuah ide. Dari ide kemudian akan terlahir berbagai inovasi dan terobosan yang tentunya bisa berguna bagi nusa, bangsa dan agama. Selain itu, Sandiaga pun berpesan pentingnya sebuah jaringan atau networking atau bergaul. Hal tersebut, menurutnya, merupakan hal yang simpel, namun besar imbasnya pada perkembangan usaha

Satu hal pribadi yang kukagumi dari Sandiaga Uno, adalah beliau sebagai anak begitu menyayangi ibunya. Beliau mengakui ada peran ibu dalam kesuksesannya, antara lain, “Berkat jaringan sang ibu, saya mendapat banyak peluang usaha. Meski begitu saya tak pernah merasa jika kesepakatan bisnis yang saya peroleh karena faktor relasi kedua orang tua. Relasi hanya bisa membukakan pintu. Untuk selanjutnya, saya harus berjuang meyakinkan mereka,”.

Dan terakhir sebagai pekerja yang pernah istirahat jadi pegawai selama dua tahun untuk jadi pengusaha di akhir abad 20 dan awal abad 21, aku tertegun dengan suatu hal yang juga disampaikannya. Sandiaga Uno menyampaikan bahwa, kewirausahaan bukan selalu berarti harus meninggalkan sebuah pekerjaan dan membuka kerja sendiri. Meskipun menjadi seorang pekerja (pegawai), seseorang masih bisa memiliki jiwa wirausaha. Bagi Sandiaga Uno, wirausaha adalah sebuah pola pikir yang terus menghasilkan kreativitas dan inovasi. Kewirausahaan memang memiliki visi yang baik, tapi tidak tergantung pada tempat kerja. Jadi seorang wirausahawan tidak terbatas hanya pada lokasi atau status dan posisi di tempat kerjanya.
Penulis: Merza Gamal (Motivator Islami)

Rabu, 28 November 2012

Terkagum-kagum Pada Pesona Handry Satriago

1354148156151568647
Handry Satriago, orang Indonesia pertama yang dipercaya GE untuk jadi CEO di Indonesia yang mempesona setiap orang akan semangatnya yang tak pernah padam…
Pekan lalu, minggu ketiga November 2012, saya mendapat tugas dari kantor saya untuk mengikuti Human Capital National Conference 2012 di PPM Manajemen dengan tema Investing in Human Capital for Innovation and Competition. Salah satu pembicara dalam event tersebut adalah Handry Satriago, CEO General Electric Indonesia. Saya sangat menunggu waktu penampilan Handry Satriago sebagai pembicara. Saya melihat, beliau sebagai ikon anak muda yang punya keterbatasan dengan fisiknya tapi bisa menjadi seorang CEO perusahaan multinasional di Indonesia. Sudah banyak saya lihat penampilan beliau di berbagai media masa dan media sosial.

Ketika giliran Handry Satriago tampil, saya langsung terpesona dengan semangatnya yang luar biasa. Ia begitu lincahnya dengan kursi rodanya. Tak ada sedikitpun tampak dari dirinya, bahwa kondisi dirinya menjadi halangan dia untuk meraih sebuah kesuksesan dan membagi kesuksesan itu kepada siapa saja.
Handry Satriago sering diminta tampil dalam berbagai CEO Forum, Forum Motivasi bagi para anak muda, acara-acara televisi. Dan benar saya pun merasakan bahwa beliau dapat menyuntikkan motivasi yang luar biasa pada audiance-nya.

Handry Satriago merupakan orang Indonesia pertama (dengan pedidikan Indonesia) yang dipercaya mempimpin GE Indonesia yang telah beroperasi lebih dari 70 tahun di Indonesia. Namun demikian yang membuat saya kagum padanya dalah semangat keindonesiaannya yang luar biasa meski dia menangani perusahaan multinasional (asing).  Menurut beliau, “Bekerja di multinational company, seorang pemimpin juga harus bisa memberikan manfaat bagi negara dan bangsa. Untuk Indonesia-nya dapat apa, itu juga penting. What can we do selain doing business?” 

Bagi seorang Handry Satriago, sebagai seorang pemimpin multinational company, tidak cukup hanya bisa menjual produk ke Indonesia. “Tetapi, how to sell’Indonesia to the company.” Untuk itu, dia menuntut diri sendiri supaya dapat menyajikan fakta menarik tentang Indonesia agar bisa “dijual” ke headquarter. Sehingga, kantor pusat punya kepercayaan untuk berinvestasi maupun mendidik pasar Indonesia.

Meski Handry Satriago sukses menjadi CEO sebuah multinasional company, namun cita-citanya membuat saya semakin kagum kepadanya. Ke depan, Handry bercita-cita ingin menjadi guru. “Kalau untuk menjadi guru, saya harus melewati tahap sebagai CEO regional atau global, ya harus saya jalani,” ujarnya mengungkapkan cita-citanya.

Di akhir sessi saya sempat bersalaman dengan Handry Satriago, dan benar-benar terasa semangat dan motivasi yang tinggi dari seorang anak muda yang menjadi pimpinan tertinggi sebuah perusahaan multinasional di Indonesia dengan penampilan yang bersahaja. Andai banyak anak muda seperti ini, saya tak khawatir Indonesia benar akan menjadi negara maju di masa depan…

Penulis: Merza Gamal (Motivator Islami)

Selasa, 27 November 2012

Menyusuri Nikmat Kopi Aceh Sebelum Disajikan Kedai-kedai di Ulee Kareeng

13540132821274348786
Photo 1: Kedai Kopi di Ulee Kareeng akan membuat ada yang kurang dalam kunjungan ke Aceh

Berkunjung ke Aceh tidak lengkap rasanya tanpa mampir ke Kedai Kopi menikmati sajian kopi Aceh yang terkenal hingga ke manca negara. Penyajian kopi Aceh berbeda dengan cara penyajian warung kopi di wilayah lain Indonesia.

Menyaksikan aktraksi “barista” di Kedai Kopi Aceh merupakan kenikmatan tersendiri. Di samping tata cara penyajian, ternyata proses pembuatan dari biji kopi menjadi kopi siap pakai juga merupakan daya tarik tersendiri.

Kali ini saya ingin mengajak untuk menyusuri pembuatan kopi Aceh di desa Geumpang, Kabupaten Pidie hingga menjadi kopi yang dipakai Kedai-kedai Kopi di Ulee Kareeng, Banda Aceh.

135401334712307731
Photo 2: Atraksi barista di Kedai Kopi merupakan daya tarik tersendiri. Kopi disedu dan disaring berulang-ulang, lalu dituangkan berpindah0-pindah dari satu ceret ke ceret lain sebelum disajikan dalam gelas-gelas yang menarik.
13540134652010494517
Photo 3: Inilah biji kopi Aceh pilihan sebelum diproses lebih lanjut menjadi minuman yang nikmat di kedai-kedai kopi di daerah Ulee Kareeng Banda Aceh
1354013565500334022
Photo 4: Biji-biji kopi Aceh pilihan disortir kembali dan dibersihkan dari sisa-sisa kulit ari yang masih menempel sebelum dipanggang
Photo 5: Biji Kopi Aceh yang sudah dibersihkan dipanggang dalam oven selama 4 jam untuk menghasilkan mutu terbaik

1354013983749038448
Photo 6: Kopi yang telah di oven ditambah dengan gula dan mentega dimasak di atas tungku dengan api dari kayu sehingga menambah aroma alami
1354014059939408540
Photo 7: Pengalaman tak terlupakan ikut mengaduk adonan kopi Aceh di atas tunggu yang sangat panas
13540149861756892825
Photo 8: Inilah kopi Aceh Ulee Kareeng (jenis Arabica) yang telah dimasak dengan campuran gula dan mentega
1354015074121917735
Photo 9: Biji kopi yang telah dimasak digiling sampai halus dan menghasilkan Kopi Aceh dengan aroma yang kuat, cita rasa yang bersih, dan tidak asam…
1354015138354107348
Photo 10: Bubuk Kopi Aceh dari Geumpang dibungkus dan diedarkan ke Pasar Beureunuen Sigli dan Kedai-kedai Kopi di Ulee Kareeng, Banda Aceh. Kopi pun bisa kita bawa pulang ke Jakarta, tapi rasanya jauh berbeda dengan minum langsung di Kedai Kopi Aceh