Firman Allah SWT:
“Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua hutang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 280)
Ajaran Islam mengakui adanya perbedaan pendapatan dan kekayaan pada setiap orang dengan syarat bahwa perbedaan tersebut diakibatkan karena setiap orang mempunyai perbedaan keterampilan, inisiatif, usaha dan resiko. Syariah Islam mewajibkan setiap individu berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya, dan sangat melarang seseorang menjadi pengemis untuk menghidupi dirinya.
Dalam literatur Ekonomi Syariah, terdapat berbagai macam bentuk transaksi kerjasama usaha, baik yang bersifat komersial maupun sosial, salah satu berbentuk “qardh”. Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali tanpa mengharapkan imbalan atau dengan kata lain merupakan sebuah transaksi pinjam meminjam tanpa syarat tambahan pada saat pengembalian pinjaman. Dalam literatur fiqh klasik, qardh dikategorikan dalam aqd tathawwui atau akad tolong menolong dan bukan transaksi komersial.
Landasan syariah transaksi Qardh adalah:
1. Al Qur’an Surah Al Hadid ayat 11:
“Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipatgandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak”
Landasan dalil dalam ayat di atas adalah kita diseru untuk “meminjamkan kepada Allah”, yang artinya adalah kita diseru untuk membelanjakan harta di jalan Allah. Selaras dengan itu, kita juga diseru untuk “meminjamkan kepada sesama manusia” sebagai bagian dari kehidupan bermasyarakat.
2. Al Hadits
Ibnu Mas’ud meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW berkata: “Bukan seorang muslim (mereka) yang meminjamkan muslim (lainnya) dua kali kecuali yang satunya adalah (senilai) shadaqah”
Anas bin Malik berkata, bahwa Rasulullah SAW berkata: “Aku melihat pada waktu malam di-isra’-kan, pada pintu surga tertulis: Shadaqah dibalas 10 kali lipat dan qardh 18 kali. Aku bertanya: ‘Wahai Jibril mengapa qardh lebih utama dari shadaqah?’ Ia menjawab: ‘Karena peminta-minta sesuatu dan ia punya, sedangkan yang meminjam tidak akan meminjam kecuali karena keperluan,’”
3. Ijma’
Para ulama sepakat bahwa Qardh boleh dilakukan, atas dasar bahwa tabiat manusia tidak bisa hidup tanpa pertolongan dan bantuan saudaranya, tidak ada seorangpun yang memiliki segala sesuatu yang dibutuhkannya. Oleh karena itu, pinjam meminjam sudah menjadi satu bagian dari kehidupan di dunia, dan Islam adalah agama yang sangat memperhatikan segenap kebutuhan ummatnya.
Transaksi Qardh dianggap sah apabila memenuhi rukun dan syarat yang telah ditentukan.
Rukun Qardh adalah:
1. Peminjam (muqtarid);
2. Pemberi pinjaman (muqrid);
3. Dana (qard)
4. Serah terima (ijab qabul)
Sedangkan syarat yang harus dipenuhi:
1. Dana yang digunakan ada manfaatnya;
2. Ada kesepakatan diantara kedua belah pihak.
Qardh yang menghasilkan manfaat diharamkan jika disyaratkan, misalnya seseorang meminjamkan sejumlah uang kepada koleganya dengan syarat ia dinikahkan dengan anaknya. Larangan ini sesuai dengan Hadist Rasulullah SAW yang melarang mereka yang melakukan Qardh dengan mensyaratkan manfaat. Jika peminjam yang memberikan manfaat tambahan tanpa diminta atau disyaratkan, maka hal itu dianggap sebagai hadiah
Akad Qardh dapat diterapkan untuk membantu ummat dalam mengembangkan usahanya, sehingga dapat terbentuk sebuah semangat wirausaha dalam sektor industri kecil – mikro, yang pada akhirnya akan memacu percepatan ekonomi kerakyatan berbasiskan syariah. Qardh sebagai produk pembiayaan (modal) bagi usaha kecil – mikro dikenal dengan istilah Qardh Al Hasan. Sifat Qardh tidak memberikan keuntungan finansial bagi pihak yang meminjamkan.
Dana Qardh Al Hasan dapat bersumber dari dana Zakat. Ibadah Zakat (termasuk Infaq dan Shadaqah) merupakan komitmen seorang muslim dalam bidang sosio-ekonomi yang tidak terhindarkan untuk memenuhi kebutuhan pokok bagi semua orang, tanpa harus meletakkan beban pada kas negara semata, seperti yang dilakukan oleh sistem sosialisme dan negara kesejahteraan modern.
Pembayaran zakat oleh orang-orang kaya bukan merupakan suatu bentuk pemihakan kepada si miskin, sebab si kaya bukanlah pemilik absolut dari kekayaan tersebut, tetapi mereka hanya sebagai pembawa amanah atas kekayaan tersebut. Setiap muslim yang sadar akan agama yang dipeluknya, tentu selalu bersedia membayar zakat, jika ia bertindak secara rasional untuk menjamin kehidupan jangka pendek dan jangka panjang serta mencari keridhoan Allah dalam kekayaannya di dunia dan akhirat.
Namun yang terjadi di Indonesia pada umumnya, zakat yang diterima oleh Badan Amil Zakat tidak signifikan dengan jumlah penduduk muslim yang ada, sebab masyarakat condong menyalurkan zakat serta infak dan shadaqah (ZIS) secara langsung kepada orang yang menurut mereka berhak menerimanya, sehingga tujuan dari zakat, infak dan shadaqah sebagai dana pengembangan ekonomi sulit diwujudkan. Dana zakat, infak dan shadaqah (ZIS) pada saat ini, sebagian besar, tidak lebih hanya sebagai dana sumbangan yang sifatnya temporer.
Pembagian dana zakat, termasuk dana infak dan shadaqah (ZIS) seharusnya dapat memungkinkan si miskin untuk berdikari, karena merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim untuk dapat menghidupi dirinya sendiri. Dana ZIS hendaknya dapat dipergunakan sebagai bantuan keringanan yang bersifat sementara, di samping sumber-sumber daya esensial untuk memperoleh pelatihan, peralatan, dan materiil sehingga memungkinkan mereka mendapatkan penghasilan yang mencukupi. Penggunaan dana ZIS secara professional, melalui skim Qardh Al Hasan akan memungkinkan si miskin berdikari dalam sebuah lingkungan sosio-ekonomi yang menggalakan industri kecil dan mikro, dan akan berdampak mengurangi pengangguran, kemiskinan, dan kesenjangan sosial-ekonomi.
Dengan demikian, kelebihan Qardh al Hasan dengan memanfaatkan dana ZIS, antara lain adalah:
1. Transaksi Qardh bersifat mendidik, dan peminjam (muqtarid) wajib mengembalikan, sehingga dana tersebut terus bergulir dan semakin bertambah, dan diharapkan peminjam nantinya juga dapat mengeluarkan zakat, infaq dan shadaqah atas hasil usahanya sendiri;
2. Dana ZIS sebagai dana sosial, dapat dimanfaatkan lagi untuk peminjam berikutnya;
3. Adanya misi sosial kemasyarakatan melalui produk Qardh al Hasan, akan meningkatkan citra baik dan loyalitas masyarakat terhadap ekonomi syariah serta kesadaran masyarakat untuk membayarkan zakatnya melalui lembaga yang dipercayainya, sehingga dana tersebut tidak hanya menjadi sekedar dana bantuan yang sifatnya sementara dan habis guna kebutuhan konsumtif;
4. Percepatan pembangunan ekonomi kerakyatan yang berbasiskan syariah Islam dapat diwujudkan menjadi sebuah kenyataan.
Penulis: Merza Gamal (Pengkaji Sosial Ekonomi Islami)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar