Firman Allah SWT:
“……Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran……”
(QS. Al-Maidah:2)
Koperasi sebagai sebuah lembaga ekonomi rakyat telah lama dikenal di Indonesia, bahkan Dr. Muhammad Hatta, salah seorang Proklamator Republik Indonesia yang dikenal sebagai Bapak Koperasi, mengatakan bahwa Koperasi adalah Badan Usaha Bersama yang bergerak dalam bidang perekonomian, beranggotakan mereka yang umumnya berekonomi lemah yang bergabung secara sukarela dan atas dasar persamaan hak dan kewajiban melakukan suatu usaha yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan para anggotanya.
Menurut UU No. 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian, dalam Bab I, Pasal 1, ayat 1 dinyatakan bahwa Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi. Tujuan pendirian Koperasi, menurut UU Perkoperasian, adalah meningkatkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, sekaligus sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari tatanan perekonomian nasional yang demokratis dan berkeadilan.
Di sisi lain, sebagaimana kita ketahui, bahwa mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Dalam teori sosial-ekonomi, dinyatakan bahwa membangun sebuah kesejahteraan bagi suatu bangsa, faktor yang harus dikaji tidak hanya sekedar faktor ekonomi dalam arti sempit, tetapi juga harus melibatkan faktor psikologi, demografi, adat-budaya serta agama, dan faktor-faktor terkait lainnya.
Dengan demikian, sesuai dengan mayoritas penduduk Indonesia yang beragama Islam, maka kajian-kajian yang bersumber dari syariah Islam tidak dapat dinafikan. Sebenarnya, dalam segenap aspek kehidupan bisnis dan transaksi, dunia Islam mempunyai sistem perekonomian yang berbasiskan nilai-nilai dan prinsip-prinsip Syariah yang bersumber dari Al Quran dan Hadits serta dilengkapi dengan Al Ijma dan Al Qiyas. Sistem perekonomian Islam, saat ini lebih dikenal dengan istilah Sistem Ekonomi Syariah. Sistem Ekonomi Syariah mempunyai beberapa tujuan, yakni:
1. Kesejahteraan Ekonomi dalam kerangka norma moral Islam (dasar pemikiran QS. Al-Baqarah ayat 2 & 168; Al-Maidah ayat 87-88, Surat Al-Jumu’ah ayat 10);
2. Membentuk masyarakat dengan tatanan sosial yang solid, berdasarkan keadilan dan persaudaraan yang universal (Qs. Al-Hujuraat ayat 13, Al-Maidah ayat 8, Asy-Syu’araa ayat 183)
3. Mencapai distribusi pendapatan dan kekayaan yang adil dan merata (QS. Al-An’am ayat 165, An-Nahl ayat 71, Az-Zukhruf ayat 32);
4. Menciptakan kebebasan individu dalam konteks kesejahteraan social (QS. Ar-Ra’du ayat 36, Luqman ayat 22).
Ekonomi Syariah yang merupakan bagian dari system perekonomian Syariah, memiliki karakteristik dan nilai-nilai yang berkonsep kepada “amar ma’ruf nahi mungkar” yang berarti mengerjakan yang benar dan meninggalkan yang dilarang. Ekonomi Syariah dapat dilihat dari 4 (empat) sudut pandang, yaitu: Pertama, Ekonomi Illahiyah (Ke-Tuhan-an); Kedua, Ekonomi Akhlaq; Ketiga, Ekonomi Kemanusiaan; dan Keempat, Ekonomi Keseimbangan.
Sudut pandang Ekonomi Syariah berdasarkan Ekonomi Keseimbangan adalah suatu pandangan Islam terhadap hak individu dan masyarakat diletakkan dalam neraca keseimbangan yang adil tentang dunia dan akhirat, jiwa dan raga, akal dan hati, perumpamaan dan kenyataan, iman dan kekuasaan. Ekonomi yang moderat menurut syariah Islam tidak menzalimi masyarakat, khususnya kaum lemah sebagaimana yang terjadi pada masyarakat kapitalis, dan juga tidak menzalimi hak individu sebagaimana yang dilakukan oleh kaum sosialis, tetapi Islam mengakui hak individu dan masyarakat.
Dengan demikian, dapat kita lihat bahwa Sistem Ekonomi Syariah mempunyai konsep yang lengkap dan seimbang dalam segala hal kehidupan, namun ironinya, pada saat ini justru ummat Islam yang terpuruk dalam ekonomi. Bahkan lebih parah lagi, Islam dianggap sebagai factor penghambat dalam pembangunan ekonomi. Padahal, jika ummat Islam konsisten terhadap ajaran agamanya, maka jalan menuju kesejahteraan sebenarnya terbuka lebar, karena Al Qur’an sebagai Kitab Suci dalam berbagai ayatnya mengajarkan motivasi dalam berusaha guna memenuhi kebutuhan hidupnya.
Salah satu jalan yang dapat ditempuh dalam upaya peningkat kesejahteraan ummat dapat dilakukan dengan menggiatkan masjid-masjid untuk berperan alami dalam kehidupan jamaah dan masyarakat di lingkungan masjid dengan menggunakan ajaran Islam sebagai agama yang dianut oleh masyarakat setempat sebagai mekanisme perubahan sosial dan peningkatan motivasi dalam berusaha sehingga dapat mempercepat perubahan sosio-ekonomi di wilayah-wilayah masjid tersebut berada. Peningkatan kesejahteraan umat tersebut dapat dilakukan dengan membuat Koperasi yang beranggotakan jamaah dari masjid dengan kegiatan ekonomi yang berbasiskan kebutuhan pembangunan dan pemeliharaan masjid serta penyediaan kebutuhan jamaah dan masyarakat di sekitar masjid tersebut.
Menurut UU Perkoperasian Nomor 17 tahun 2012 (pasal 6) disebutkan bahwa Koperasi melaksanakan Prinsip Koperasi yang meliputi: a. keanggotaan Koperasi bersifat sukarela dan terbuka; b. pengawasan oleh Anggota diselenggarakan secara demokratis; c. Anggota berpartisipasi aktif dalam kegiatan ekonomi Koperasi; d. Koperasi merupakan badan usaha swadaya yang otonom, dan independen; e. Koperasi menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi Anggota, Pengawas, Pengurus, dan karyawannya, serta memberikan informasi kepada masyarakat tentang jati diri, kegiatan, dan kemanfaatan Koperasi; f. Koperasi melayani anggotanya secara prima dan memperkuat Gerakan Koperasi, dengan bekerjasama melalui jaringan kegiatan pada tingkat lokal, nasional, regional, dan internasional; dan g. Koperasi bekerja untuk pembangunan berkelanjutan bagi lingkungan dan masyarakatnya melalui kebijakan yang disepakati oleh Anggota.
Memperhatikan prinsip Koperasi di atas, maka konsep-konsep Koperasi tersebut tidak jauh berbeda dengan tujuan yang ada pada Sistem Ekonomi Syariah, yakni menuju kesejahteraan yang berkeadilan. Namun dalam Islam, menurut Qardhawi (1997), keadilan yang dimaksud bukanlah pemerataan secara mutlak, tetapi adalah keseimbangan antara individu dengan masyarakat, antara suatu masyarakat dengan masyarakat lainnya. Hal tersebut mengandung implikasi bahwa pembagian laba atau sisa hasil usaha harus merefleksikan kontribusi yang diberikan kepada Koperasi oleh anggota bukan hanya sekedar modal (financial) tetapi juga berupa modal keahlian, waktu, kemampuan manajemen, good will, dan kontrak usaha. Kerugian usaha juga harus dirasakan bersama sesuai proporsi modal dan tuntutan-tuntutan lain yang timbul akibat usaha tersebut.
Sistem Ekonomi Syariah mengakui adanya perbedaan pendapatan dan kekayaan pada setiap orang dengan syarat bahwa perbedaan tersebut diakibatkan karena setiap orang mempunyai perbedaan keterampilan, inisiatif, usaha, dan resiko. Namun perbedaan itu tidak boleh menimbulkan kesenjangan yang terlalu jauh antara yang kaya dengan yang miskin karena kesenjangan yang terlalu dalam tidak sesuai dengan Syariah Islam yang menekankan bahwa sumber-sumber daya bukan saja karunia dari Allah bagi semua manusia, melainkan juga merupakan amanah
Menurut Umer Chapra (2000), koperasi merupakan bentuk organisasi bisnis berorientasi kepada pelayanan yang dapat memberikan sumbangan yang kaya kepada realisasi sasaran-sasaran suatu perekonomian Islam. Dengan penekanan Islam pada persaudaraan, maka koperasi dalam memecahkan persoalan yang saling menguntungkan antara berbagai pihak, seharusnya mendapatkan penekanan yang besar dalam sebuah masyarakat Islam. Koperasi dapat menyumbangkan sejumlah pelayanan kepada para anggota, termasuk penyediaan keuangan berjangka pendek bila diperlukan melalui dana mutual, ekonomi penjualan dan pembelian dalam jumlah besar, pemeliharaan fasilitas, pelayanan bimbingan, bantuan atau pelatihan untuk memecahkan persoalan-persoalan manajemen dan teknik, dan asuransi mutual. Sesungguhnya, sulit melihat bagaimana suatu masyarakat Islam modern dapat secara efektif merealisasikan tujuan-tujuannya tanpa suatu peran yang dimainkan oleh Koperasi. Oleh karena itu, sudah sepantasnya, untuk memulai pendirian Koperasi yang beranggotakan jamaah masjid dan masyarakat di sekitar lingkungannya, namun tentu saja dengan memperhatikan dan menggunkana kaidah-kaidah ekonomi dan keuangan yang tidak bertentangan dengan Syariah Islam.
Penulis: MERZA GAMAL (Pengkaji Sosial Ekonomi Islami)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar