Salah satu instrumen kebijakan yang digunakan untuk mengurangi tingkat pengangguran dan semi pengangguran adalah dengan ekspansi dan pendirian usaha-usaha berskala menengah dan besar yang padat modal. Hal itu menuntut Pemerintah Daerah, pada masa otonomi daerah saat ini, untuk memberikan kemudahan investasi bagi para investor, sehingga dapat menjadi lokomotif perekonomian daerah. Namun perlu disadari, bahwa perusahaan-perusahaan besar yang padat modal tidak mampu menyediakan banyak peluang kerja bagi angkatan kerja. Kondisi tersebut disebabkan karena jumlah angkatan kerja lebih besar dari kapasitas perusahaan-perusahaan tersebut, serta kondisi pencari kerja yang tidak memiliki keahlian dalam menjalankan teknologi industri yang sedemikian kompleks. Dengan demikian, maka hal yang patut dilakukan adalah ekspansi peluang-peluang wirausaha dengan mengembangkan industri kecil dan mikro.
Pada saat ini, berkembang kesadaran bahwa strategi yang memilih industrialisasi modern skala besar yang padat modal pada periode yang lalu telah gagal memecahkan persoalan-persoalan kemiskinan dan pengangguran global. Dari beberapa studi yang dilakukan oleh para Ahli dari Michigan State University di beberapa negara menunjukkan adanya kontribusi besar yang dapat disumbangkan oleh industri kecil dan mikro pada lapangan kerja dan penghasilan (Chapra, 2000). Beberapa negara maju, seperti Italia, Jerman, dan Jepang, malah lebih dahulu menyadari potensi usaha mikro dan kecil dalam menciptakan lapangan kerja, serta memperkenalkan tindakan-tindakan untuk menggalakkan industri mikro dan kecil dengan konsep kemitraan dengan industri menengah dan besar (Perry, 1999).
Sebagaimana yang terjadi di berbagai daerah, angka pencari kerja meningkat dari tahun ke tahun. Namun, pertambahan kesempatan kerja tidak meningkat dengan signifikan. Sehingga angka pengangguran terus bertambah. Oleh karena itu, Pemerintah Daerah, sebagai pemegang otonomi di daerah, seharusnya mampu membuat kebijakan yang dapat mengembangkan usaha skala mikro dan kecil di daerahnya, bukan hanya mengejar pendirian usaha-usaha berskala besar dan menengah. Dengan demikian, diharapkan, dapat memperluas kesempatan kerja dan peluang berwirausaha bagi seluruh masyarakat. Pendirian usaha mikro dan kecil yang padat karya akan membantu penyediaan lapangan kerja produktif bagi semua anggota masyarakat sehingga akan mengurangi pengangguran dan kemiskinan.
Upaya beberapa Pemerintah Daerah, saat ini, membuat kebijakan peningkatan upah minimum daerah bukanlah satu-satunya jalan bagi pengurangan kemiskinan. Karena, hal itu, seringkali menjadi kontra produktif bagi sebuah perusahaan atau industri, dengan alasan menambah ongkos produksi. Sedangkan, kesempatan berwirausaha jika dikelola dengan baik akan mempunyai potensi lebih besar dalam meningkatkan basis-basis asset individual daripada sekedar menerima upah sebagai pekerja.
Hal klasik yang selalu dipersoalkan mengapa pelaku usaha kecil dan mikro, tidak dapat berkembang adalah karena tidak tersedianya sumber dana sebagai modal guna menjalankan usahanya. Apabila dikaji secara mendalam, sebenarnya dana saja tidak cukup untuk mengembangkan sebuah usaha. Jika kita lihat sebelumnya, berapa banyak program bantuan dana berupa pinjaman yang dikucurkan pemerintah pusat untuk mengembangkan berbagai usaha sektor mikro dan kecil yang tidak membawa hasil tetapi malah membuat usaha yang telah berjalan menjadi gulung tikar. Kondisi tersebut terjadi karena ketidakmampuan pelaku usaha kecil dan mikro bersaing dalam mengembangkan usaha. Sehingga, akhirnya, pinjaman dana yang diperoleh malah menjadi beban yang memberatkan usaha yang telah dijalankan sebelumnya.
Oleh karena itu, dibutuhkan suatu bentuk kemitraan yang bertujuan agar para pelaku usaha mikro tidak terpinggirkan, tetapi dapat diberdayakan sebagai salah satu pilar pembangunan di berbagai daerah. Kemitraan tersebut dibangun dalam satu kondisi pasar yang sehat. Sebenarnya, pada masa lalu, telah banyak dibuat berbagai macam program kemitraan untuk mengembangkan usaha mikro guna mengentaskan kemiskinan. Namun sebagian besar program kemitraan itu tidak berumur panjang, yang bergema hanya pada saat pencanangan program dan kemudian menghilang begitu saja seiring berjalannya waktu. Walaupun demikian, ada beberapa program kemitraan yang berumur cukup panjang dan dapat menjadi pelajaran dalam membuat program-program kemitraan sebagai upaya memberdayakan dan memperkuat usaha mikro dalam pembangunan sosial ekonomi di berbagai daerah.
Penulis: Merza Gamal (Pengkaji Sosial Ekonomi Islami)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar