Merza Gamal
Merza berpengalaman di berbagai unit kerja perbankan, mulai dari dunia Marketing, baik di bidang Funding maupun Lending hingga menjadi Branch Manager. Selain itu, berpengalaman pula mensupervisi beberapa Department di Head Office pada bidang yang berkaitan dengan Business Research, Network Development, Service Quality Management, Marketing Strategy, Fraud Prevention, Corporate Culture Building, SWOT Analysis, dan Human Resource Development, serta menyusun Business Plan dan Feasibility Study.
Jumat, 28 Oktober 2022
Korea Utara Mulai Unjuk Kekuatan dengan Uji Coba Rudal Jarak Jauh
Minggu, 05 Juni 2022
Skenario Net Zero 2050 (File by Merza Gamal) |
Kesepakatan Membangun Ekonomi Hijau
untuk Menggapai Net-Zero 2050
Dekarbonisasi industri intensif emisi
mungkin menantang, tetapi penelitian McKinsey menunjukkan bahwa solusi ada
dalam jangkauan. Sembilan industri utama, yaitu tenaga listrik, minyak dan gas,
otomotif, penerbangan dan perkapalan, baja, semen, pertambangan, pertanian dan
pangan, serta kehutanan dan tata guna lahan dapat memimpin jalan menuju ekonomi
Net-Zero. Analisis McKinsey, menemukan lebih dari 50% listrik dunia dapat
berasal dari sumber terbarukan (seperti matahari, air, dan angin) pada tahun
2035. (McKinsey On Point publishing@email.mckinsey.com, 2 Juni 2022)
Penjualan kendaraan listrik, bersama dengan rencana produksi mobil rendah emisi, melonjak. McKinsey memperkirakan bahwa hampir semua kendaraan penumpang baru yang dijual di China, Uni Eropa, dan AS akan menggunakan listrik pada tahun 2035. Akan tetapi untuk mencapai titik itu akan membutuhkan beberapa upaya, yaitu: perusahaan (dan pemilik mobil) akan membutuhkan rantai pasokan baru, pengetahuan manufaktur , dan infrastruktur, seperti stasiun pengisian dan tempat pengisian bahan bakar hidrogen.
Industri tenaga listrik hanyalah satu contoh yang tercakup dalam panduan Net-Zero untuk sembilan industri penting.
Pada pertemuan tahunan World Economic Forum (Forum Ekonomi Dunia) di Davos, Swiss akhir Mei 2022 yang baru lalu, lebih dari 50 perusahaan telah bergabung dengan “global buyers’ club” (klub pembeli global) yang berjanji untuk membeli aluminium, baja, dan komoditas lain yang dibuat dari proses yang menghasilkan sedikit atau tanpa karbon sebagai sebuah langkah menuju Net-Zero.
Gagasan di balik klub pembeli, yang dikenal sebagai “First Movers Coalition” (Koalisi Penggerak Pertama”, adalah untuk memicu permintaan bahan versi hijau yang terbukti sulit diproduksi tanpa emisi karbon dioksida yang signifikan.
Grup pembeli tersebut mencakup Ford Motor dan Volvo Group, keduanya telah berjanji bahwa 10 persen dari pembelian aluminium utama mereka akan diproduksi dengan sedikit atau tanpa emisi karbon pada tahun 2030. Produksi aluminium bertanggung jawab atas 2 persen emisi global — dan teknologi canggih diperlukan untuk membuatnya tanpa melepaskan karbon dioksida belum tersedia secara komersial.
Perusahaan induk Google, Alphabet, serta Microsoft dan Salesforce secara kolektif berjanji untuk menghabiskan $500 juta untuk teknologi guna menangkap dan menyimpan emisi karbon. Tiga perusahaan lain, yakni: AES, sebuah perusahaan distribusi tenaga listrik yang berkantor pusat di Virginia; Mitsui O.S.K. Lines, sebuah perusahaan transportasi Jepang; dan Swiss Re, sebuah perusahaan reasuransi yang berbasis di Swiss, masing-masing berkomitmen untuk menghilangkan 50.000 ton karbon dari atmosfer pada tahun 2030. Pemerintah India, Jepang, Swedia, Denmark, Italia, Norwegia, Singapura, dan Inggris juga telah bergabung dalam koalisi tersebut.
Dalam kesempatan pertemuan tersebut, Borge Brende, presiden WEF menyampaikan, “Kami menciptakan permintaan untuk produk rendah karbon, terutama untuk teknologi bersih yang baru lahir dalam baja, penerbangan, aluminium, semen, dan bahan kimia.” Sektor-sektor tersebut bertanggung jawab atas sekitar 30 persen emisi global, tetapi angka itu diperkirakan akan meningkat menjadi sekitar 50 persen emisi pada pertengahan abad ini.
Brende mencatat bahwa dengan perubahan iklim yang telah berdampak di negara-negara seperti India dan Pakistan, yang telah menghadapi rekor panas selama berminggu-minggu, korban manusia dan ekonomi dari pemanasan global meningkat. Harga kelambanan jauh melebihi harga tindakan dalam hal perubahan iklim. Lebih lanjut Brende menyatakan “Jika kita tidak menggunakan daya beli perusahaan-perusahaan besar sekarang untuk mengatasi sektor-sektor yang sulit dikurangi, ini akan memiliki harga yang sangat tinggi bagi dunia yang bergerak maju.” (The New York Time, 25 Mei 2022)
Dalam rangka mendukung Net-Zero 2050, para ilmuwan iklim melihat hidrogen sebagai pengganti bahan bakar fosil yang berpotensi bersih di industri berat. Menurut Paulina Jaramillo, seorang profesor teknik dan kebijakan publik di Universitas Carnegie Mellon dan rekan penulis laporan PBB bahwa hidrogen dapat menjadi alternatif bersih untuk industri seperti pabrik baja, pabrik pupuk atau perkapalan. (https://www.npr.org/2022/05/27/1096584260/).
Dalam rangka upaya menggapai ekonomi Net-Zero 2050, sektor-sektor yang menghasilkan sebagian besar emisi gas rumah kaca global menghadapi tantangan berat untuk dekarbonisasi, tetapi penelitian McKInsey menunjukkan bahwa solusi dapat dicapai. Dalam banyak kasus, transformasi sedang berlangsung.
- Pengkaji
Sosial Ekonomi Islami
- Author
of Change Management & Cultural Transformation
- Former
AVP Corporate Culture at Biggest Bank Syariah
Rabu, 04 November 2015
Pedulikah Kita Membiarkan Apa Yang Terjadi...???
Saya pernah 14 tahun bergabung dengan dunia perbankan syariah. Pada saat awal sulit mencari insan yang mau bergabung bahu membahu membangun perbankan syariah sebagai aplikasi Ekonomi Islam di Negeriku Tercinta Indonesia. Penyebabnya adalah masih kecilnya gaji bekerja di perbankan syariah dan belum jelasnya pertumbuhan bank syariah ke depan. Namun berbeda dengan 5 tahun terakhir, bekerja di bank syariah telah menjadi pilihan. Gaji & fasilitas tidak kalah dengan di bank konvensional. Tapi sayang niat dan tekad pun ikut berubah mengikuti kondisi perkembangan zaman.
Sekarang yang dituntut adalah pertumbuhan angka, bukan sejauh mana kesesuaian syariah dalam perkembangan maqasid syariah.
Sekarang semakin menjamur lembaga-lembaga konsultan perbankan syariah yang mengajarkan bagaimana penerapan akad dalam bisnis keuangan syariah. Dan lembaga ini sangat menguntungkan dan profit oriented.
Namun sangat disayangkan, sebagian pihak yang berkecimpung di dunia keuangan & perbankan syariah seakan-akan lupa bahwa based keuangan syariah bukanlah monetary, tapi berbasiskan underlying transactions.
Dan banyak yang lupa membekali para pelaku keuangan & perbankan syariah dengan akidah syariah itu sendiri, tetapi semata-mata membekali para pelaku hanya dengan hitung-hitungan angka di atas kertas saja...
Lalu, sekarang apa bedanya perbankan syariah dengan perbankan non syariah...???
Belum lagi semakin banyaknya pelaku fraud di dunia perbankan syariah.
Apakah ini yang kita banggakan dengan berkembangnya perbankan syariah di Negeri Tercinta Indonesia...???
Atau kita memang berharap perbankan syariah hancur atau tidak ada lagi di Tanahair Tercinta Indonesia...???
Tapi ingat, kehancuran lembaga perbankan syariah di Negeriku Tercinta Indonesia, bukan hanya akan merugikan lembaga dan para pegawainya, tapi secara politis akan menghancurkan sendi-sendi ekonomi berbasiskan Islam di negeri ini. Semua orang akan bersorak, bahwa memang Islam tidak becus membangun ekeonomi...
Siapa yang bersalah....????
Kita semua yang mengaku bergerak dalam Masyarakat Ekonomi Syariah, tapi terlena semata-mata dalam mencari keuntungan dengan embel-embel syariah.
Saya hanya bisa berharap, mari kita tatap masa depan ekonomi Islam, dan bangkit kembali dengan niat awal mendirikan lembaga perbankan syariah sebagai bagian dari sistem ekonomi & keuangan Islam dengan tujuan membangun maqasid syariah di Negeri Tercinta Indonesia, bukan sekedar memenuhi ambisi pribadi tanpa peduli dengan akidah syariah itu sendiri...
Terus Semangat!!!
Tetap Semangat...
Selasa, 31 Maret 2015
Transformasi Modal Ekonomi Menjadi Modal Cultural
Caution: The information enclosed in this email (and any attachments) may be legally privileged and/or confidential and is intended only for the use of the addressee(s). No addressee should forward, print, copy, or otherwise reproduce this message in any manner that would allow it to be viewed by any individual not originally listed as a recipient. If the reader of this message is not the intended recipient, you are here by notified that any unauthorized disclosure, dissemination, distribution, copying or the taking of any action in reliance on the information herein is strictly prohibited. If you have received this communication in error, please immediately notify the sender and delete this message. Unless it is made by the authorized person, any views expressed in this message are those of the individual sender and may not necessarily reflect the views of PT Bank Syariah Mandiri. No representation is made that this e-mail and any files attached are free of viruses or other defects. Virus scanning is recommended and is the responsibility of the recipient.
Minggu, 22 Februari 2015
Pilihan Jalan Hidup
Perjalanan hidup kita akan ditentukan oleh pilihan arah tujuan yang kita tetapkan. Demikian pula dalam mencapai kesuksesan kita di dunia ini, cara mana yang mau kita gunakan menyebut kan kesuksesan kita.
Kita bisa mencapai sukses dengan menjalankan "idealisme" kita, dan bisa pula dengan jalan menjadi "pecundang". Namun satu hal yang harus kita ingat, jika kita ingin menjalankan "idealisme", maka jadilah seorang idealistic sejati. Dan, jika kita memilih menjadi seorang "pecundang", maka jadilah seorang pecundang sejati. Jangan memilih setengah-setengah di antara keduanya.
Bila kita memilih menjadi idealistic sejati, mungkin saja kita tidak mencapai puncak kesuksesan dalam arti "material", karena akan banyak pecundang yang senantiasa "membungkam" kita. Tapi, seorang idealistic sejati akan menggantungkan hidupnya kepada Sang Maha Pencipta, bukan kepada makhluk, maka hidupnya senantiasa dilindungi oleh Allah, walau secara materi mungkin dia tidak berlebihan. Hidupnya akan tenang, tak banyak gejolak, bagai air jernih yang mengalir ke muara.
Berbeda dengan jika kita memilih jalan sebagai pecundang sejati, mungkin saja secara "material" kita berlebihan, tapi hidup kita penuh dengan ketidaktenangan. Semua itu karena sebagai pecundang, gantungan hidup kita adalah sesama makhluk. Ketenangan kita selalu terusik, hidup penuh ketakutan akan dipecundangi oleh setiap orang. Setiap ganti atasan atau pemimpin, kita harus pandai berakrobat agar kursi kita tak digeser. Hidup kita bagai di atas bara api yang setiap saat siap meledakkan percik api.
Hidup adalah pilihan, mau memilih jadi seorang idealistic atau menjadi seorang pecundang adalah pilihan kita masing-masing. Namun ingat jangan memilih setengah-setengah jika kita mau meraih sukses di dunia fana ini...
Sabtu, 21 Februari 2015
Benarkah Setiap Masalah Adalah Ujian Allah
Seringkali kita menyebut bahwa masalah yang kita hadapi adalah ujian dari Allah. Tapi ingatkah sahabat pada saat kita sekolah atau kuliah dulu? Apakah setiap orang boleh mengikuti ujian? Bukankah kita harus mengikuti pelajaran dan menyelesaikan sejumlah tugas, baru kita bisa ikut ujian?
Pada saat kuliah, kita baru bisa ikut ujian setelah mengumpulkan absen perkuliahan minimal 80%, bahkan ada yg mensyaratkannya minimal 90%, dan mengumpulkan tugas perkuliahan per semester.
Lantas, benarkah jika kita menyatakan masalah yang sedang kita hadapi adalah ujian dari Allah? Sementara kita tak pernah mengikuti pelajaran dari Allah dan mengumpulkan tugas-tugas yang diberikan-Nya kepada kita sebagai syarat layaknya kita mengikuti ujian...???
Pantaskah kita mengaku-aku sedang diuji oleh Allah sementara kita tidak pernah terdaftar di"sekolah"Nya dan tak pernah menginjakkan kaki di "kampus"Nya, serta tak pernah tahu dengan "tugas-tugas" dari-Nya yang harus kita kumpulkan agar kita memenuhi syarat mengikuti "ujian"Nya...???