Kamis, 29 November 2012

Sandiaga Uno, Pesona Seorang Pengusaha Muda Kaya Indonesia, Rupawan, Santun, dan Bersahaja


13542564351271413621
Pesona Seorang Pengusaha Muda Kaya Indonesia, Rupawan, Santun, dan Bersahaja.


Sandiaga Uno, founder Saratoga Group, siapa yang tak tahu dengan dia. Sandiaga merupakan pengusaha muda Indonesia yang tercatat dalam daftar 40 orang terkaya Indonesia versi majalah Forbes. Selain sebagai salah satu orang kaya Indonesia, Sandiaga pun memiliki wajah tampan dan penampilan fisik yang mengalahkan model-model top Indonesia. Saat ini, Sandiaga merupakan salah satu ikon orang muda yang berhasil dan bisnisnya dan sering pula diminta berbicara di berbagai forum untuk memotivasi banyak orang untuk menuju sebuah kesuksesan.

Pada akhir tahun 2011 yang lalu, kantor kami berkesempatan menghadirkan Sandiaga Uno dalam Rapat Kerja Tahunan sebagai pembicara tamu. Memang pilihan panitia Raker menghadirkan Sandiaga tidak salah, selain memberikan informasi tentang perkembangan dunia usaha saat itu dan ke depan, beliau juga memberikan motivasi bagi para peserta raker yang kebetulan sebagian besar merupakan anak-anak muda yang menjadi pimpinan cabang di seluruh Indonesia dan manager-manager kantor pusat yang berkaitan dengan bisnis.

Awal penampilan Sandiaga Uno sudah memukau hadirin. Bagaimana tidak namanya sering disebut dan sering tampil di media, baik dalam berita maupun sebagai bintang iklan beberapa korporasi. Sandiaga Uno saat itu tampil bersahaja dengan baju koko, bukan jas seperti para peserta Raker. Penampilannya tidak menunjukkan seorang pengusaha besar di Indonesia, sangat sangat bersahaja. Tapi karena wajahnya dan penampilan fisiknya yang seperti model, penampilannya menjadi sangat luar biasa.

Pada saat Sandiaga Uno berbicara, terlihat bahwa betapa briliannya beliau. Dan satu lagi yang sangat mempesona dari Sandiaga Uno, yaitu bicaranya yang santun dan sangat sarat dengan bahasa-bahasa spiritual. Melihat penampilan Sandiaga dari dekat, berasa seperti melihat seorang ustadz muda yang bersahaja tapi memiliki wajah nan rupawan. Meskipun memakai baju koko, tapi penampilannya mengalahkan peserta yang memakai jas lengkap.

Pelajaran yang dapat kuperoleh dari sedemikian banyak ilmu yang kuperoleh dari pembicaraan Sandiaga Uno di Raker tersebut selama satu jam, antara lain adalah bahwa yang terpenting adalah sebuah ide. Dari ide kemudian akan terlahir berbagai inovasi dan terobosan yang tentunya bisa berguna bagi nusa, bangsa dan agama. Selain itu, Sandiaga pun berpesan pentingnya sebuah jaringan atau networking atau bergaul. Hal tersebut, menurutnya, merupakan hal yang simpel, namun besar imbasnya pada perkembangan usaha

Satu hal pribadi yang kukagumi dari Sandiaga Uno, adalah beliau sebagai anak begitu menyayangi ibunya. Beliau mengakui ada peran ibu dalam kesuksesannya, antara lain, “Berkat jaringan sang ibu, saya mendapat banyak peluang usaha. Meski begitu saya tak pernah merasa jika kesepakatan bisnis yang saya peroleh karena faktor relasi kedua orang tua. Relasi hanya bisa membukakan pintu. Untuk selanjutnya, saya harus berjuang meyakinkan mereka,”.

Dan terakhir sebagai pekerja yang pernah istirahat jadi pegawai selama dua tahun untuk jadi pengusaha di akhir abad 20 dan awal abad 21, aku tertegun dengan suatu hal yang juga disampaikannya. Sandiaga Uno menyampaikan bahwa, kewirausahaan bukan selalu berarti harus meninggalkan sebuah pekerjaan dan membuka kerja sendiri. Meskipun menjadi seorang pekerja (pegawai), seseorang masih bisa memiliki jiwa wirausaha. Bagi Sandiaga Uno, wirausaha adalah sebuah pola pikir yang terus menghasilkan kreativitas dan inovasi. Kewirausahaan memang memiliki visi yang baik, tapi tidak tergantung pada tempat kerja. Jadi seorang wirausahawan tidak terbatas hanya pada lokasi atau status dan posisi di tempat kerjanya.
Penulis: Merza Gamal (Motivator Islami)

Rabu, 28 November 2012

Terkagum-kagum Pada Pesona Handry Satriago

1354148156151568647
Handry Satriago, orang Indonesia pertama yang dipercaya GE untuk jadi CEO di Indonesia yang mempesona setiap orang akan semangatnya yang tak pernah padam…
Pekan lalu, minggu ketiga November 2012, saya mendapat tugas dari kantor saya untuk mengikuti Human Capital National Conference 2012 di PPM Manajemen dengan tema Investing in Human Capital for Innovation and Competition. Salah satu pembicara dalam event tersebut adalah Handry Satriago, CEO General Electric Indonesia. Saya sangat menunggu waktu penampilan Handry Satriago sebagai pembicara. Saya melihat, beliau sebagai ikon anak muda yang punya keterbatasan dengan fisiknya tapi bisa menjadi seorang CEO perusahaan multinasional di Indonesia. Sudah banyak saya lihat penampilan beliau di berbagai media masa dan media sosial.

Ketika giliran Handry Satriago tampil, saya langsung terpesona dengan semangatnya yang luar biasa. Ia begitu lincahnya dengan kursi rodanya. Tak ada sedikitpun tampak dari dirinya, bahwa kondisi dirinya menjadi halangan dia untuk meraih sebuah kesuksesan dan membagi kesuksesan itu kepada siapa saja.
Handry Satriago sering diminta tampil dalam berbagai CEO Forum, Forum Motivasi bagi para anak muda, acara-acara televisi. Dan benar saya pun merasakan bahwa beliau dapat menyuntikkan motivasi yang luar biasa pada audiance-nya.

Handry Satriago merupakan orang Indonesia pertama (dengan pedidikan Indonesia) yang dipercaya mempimpin GE Indonesia yang telah beroperasi lebih dari 70 tahun di Indonesia. Namun demikian yang membuat saya kagum padanya dalah semangat keindonesiaannya yang luar biasa meski dia menangani perusahaan multinasional (asing).  Menurut beliau, “Bekerja di multinational company, seorang pemimpin juga harus bisa memberikan manfaat bagi negara dan bangsa. Untuk Indonesia-nya dapat apa, itu juga penting. What can we do selain doing business?” 

Bagi seorang Handry Satriago, sebagai seorang pemimpin multinational company, tidak cukup hanya bisa menjual produk ke Indonesia. “Tetapi, how to sell’Indonesia to the company.” Untuk itu, dia menuntut diri sendiri supaya dapat menyajikan fakta menarik tentang Indonesia agar bisa “dijual” ke headquarter. Sehingga, kantor pusat punya kepercayaan untuk berinvestasi maupun mendidik pasar Indonesia.

Meski Handry Satriago sukses menjadi CEO sebuah multinasional company, namun cita-citanya membuat saya semakin kagum kepadanya. Ke depan, Handry bercita-cita ingin menjadi guru. “Kalau untuk menjadi guru, saya harus melewati tahap sebagai CEO regional atau global, ya harus saya jalani,” ujarnya mengungkapkan cita-citanya.

Di akhir sessi saya sempat bersalaman dengan Handry Satriago, dan benar-benar terasa semangat dan motivasi yang tinggi dari seorang anak muda yang menjadi pimpinan tertinggi sebuah perusahaan multinasional di Indonesia dengan penampilan yang bersahaja. Andai banyak anak muda seperti ini, saya tak khawatir Indonesia benar akan menjadi negara maju di masa depan…

Penulis: Merza Gamal (Motivator Islami)

Selasa, 27 November 2012

Menyusuri Nikmat Kopi Aceh Sebelum Disajikan Kedai-kedai di Ulee Kareeng

13540132821274348786
Photo 1: Kedai Kopi di Ulee Kareeng akan membuat ada yang kurang dalam kunjungan ke Aceh

Berkunjung ke Aceh tidak lengkap rasanya tanpa mampir ke Kedai Kopi menikmati sajian kopi Aceh yang terkenal hingga ke manca negara. Penyajian kopi Aceh berbeda dengan cara penyajian warung kopi di wilayah lain Indonesia.

Menyaksikan aktraksi “barista” di Kedai Kopi Aceh merupakan kenikmatan tersendiri. Di samping tata cara penyajian, ternyata proses pembuatan dari biji kopi menjadi kopi siap pakai juga merupakan daya tarik tersendiri.

Kali ini saya ingin mengajak untuk menyusuri pembuatan kopi Aceh di desa Geumpang, Kabupaten Pidie hingga menjadi kopi yang dipakai Kedai-kedai Kopi di Ulee Kareeng, Banda Aceh.

135401334712307731
Photo 2: Atraksi barista di Kedai Kopi merupakan daya tarik tersendiri. Kopi disedu dan disaring berulang-ulang, lalu dituangkan berpindah0-pindah dari satu ceret ke ceret lain sebelum disajikan dalam gelas-gelas yang menarik.
13540134652010494517
Photo 3: Inilah biji kopi Aceh pilihan sebelum diproses lebih lanjut menjadi minuman yang nikmat di kedai-kedai kopi di daerah Ulee Kareeng Banda Aceh
1354013565500334022
Photo 4: Biji-biji kopi Aceh pilihan disortir kembali dan dibersihkan dari sisa-sisa kulit ari yang masih menempel sebelum dipanggang
Photo 5: Biji Kopi Aceh yang sudah dibersihkan dipanggang dalam oven selama 4 jam untuk menghasilkan mutu terbaik

1354013983749038448
Photo 6: Kopi yang telah di oven ditambah dengan gula dan mentega dimasak di atas tungku dengan api dari kayu sehingga menambah aroma alami
1354014059939408540
Photo 7: Pengalaman tak terlupakan ikut mengaduk adonan kopi Aceh di atas tunggu yang sangat panas
13540149861756892825
Photo 8: Inilah kopi Aceh Ulee Kareeng (jenis Arabica) yang telah dimasak dengan campuran gula dan mentega
1354015074121917735
Photo 9: Biji kopi yang telah dimasak digiling sampai halus dan menghasilkan Kopi Aceh dengan aroma yang kuat, cita rasa yang bersih, dan tidak asam…
1354015138354107348
Photo 10: Bubuk Kopi Aceh dari Geumpang dibungkus dan diedarkan ke Pasar Beureunuen Sigli dan Kedai-kedai Kopi di Ulee Kareeng, Banda Aceh. Kopi pun bisa kita bawa pulang ke Jakarta, tapi rasanya jauh berbeda dengan minum langsung di Kedai Kopi Aceh

Jumat, 23 November 2012

Etos Kerja Islami


Islam menghendaki setiap individu hidup di tengah masyarakat secara layak sebagai manusia, paling kurang ia dapat memenuhi kebutuhan pokok berupa sandang dan pangan, memperoleh pekerjaan sesuai dengan keahliannya, atau membina rumah tangga dengan bekal yang cukup. Artinya, bagi setiap orang harus tersedia tingkat kehidupan yang sesuai dengan kondisinya, sehingga ia mampu melaksanakan berbagai kewajiban yang dibebankan Allah serta berbagai tugas lainnya. Untuk mewujudkan hal itu, Islam mengajarkan, setiap orang dituntut untuk bekerja atau berusaha, menyebar di muka bumi, dan memanfaatkan rezeki pemberian Allah SWT.

Kata “bekerja” mengandung arti sebagai suatu usaha yang dilakukan seseorang, baik sendiri atau bersama orang lain, untuk memproduksi suatu komoditi atau memberikan jasa. Kerja atau berusaha merupakan senjata utama untuk memerangi kemiskinan dan juga merupakan faktor utama untuk memperoleh penghasilan dan unsur penting untuk memakmurkan bumi dengan manusia sebagai kalifah seizin Allah.

Ajaran Islam, menyingkirkan semua faktor penghalang yang menghambat seseorang untuk bekerja dan berusaha di muka bumi. Banyak ajaran Islam yang secara idealis memotivasi seseorang, seringkali menjadi kontra produktif dalam pengamalannya. Ajaran “tawakkal” yang seringkali diartikan sebagai sikap pasrah tidaklah berarti meninggalkan kerja dan usaha yang merupakan sarana untuk memperoleh rezeki. Nabi Muhammad SAW, dalam sejumlah hadits, sangat menghargai “kerja”, seperti salah satu haditsnya yang berbunyi, “Jika kalian tawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, Allah akan memberi kalian rezeki seperti Dia memberi rezeki kepada burung yang terbang tinggi dari sarangnya pada pagi hari dengan perut kosong dan pulang di sore hari dengan perut kenyang.

Hadits di atas sebenarnya menganjurkan orang untuk bekerja, bahkan harus meninggalkan tempat tinggal pada pagi hari untuk mencari nafkah, bukan sebaliknya pasrah berdiam diri di tempat tinggal menunggu tersedianya kebutuhan hidup. Hal ini dicontohkan oleh para sahabat Rasulullah SAW yang berdagang lewat jalan darat dan laut dengan gigih dan ulet. Mereka bekerja dan berusaha sesuai dengan kemampuan dan keahliannya masing-masing.

Dalam beberapa ayat di Al Qur’an, Allah telah menjamin rezeki dalam kehidupan seseorang, namun tidak akan diperoleh kecuali dengan bekerja atau berusaha, antara lain pada Surah Al-Jumu’ah ayat 10, dinyatakan; “Apabila telah ditunaikan Shalat, maka bertebaranlah di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”

Hal ini menunjukkan bahwa Islam menghendaki adanya etos kerja yang tinggi bagi umatnya dalam memenuhi keinginannya, bukan semata-mata hanya dengan berdoa. Bahkan untuk memotivasi kegiatan perdagangan (bisnis), Rasulullah SAW bersabda: “Pedagang yang lurus dan jujur kelak akan tinggal bersama para nabi, siddiqin, dan syuhada.” (HR Tirmidzi). Dan pada hadits yang lain Rasulullah SAW menyatakan bahwa: “Makanan yang paling baik dimakan oleh seseorang adalah hasil usaha tangannya sendiri.” (H.R. Bukhari)

Islam juga mengajarkan bahwa apabila peluang kerja atau berusaha di tempat tinggal asal (kampung halaman) tertutup, maka orang-orang yang mengalami hal tersebut dianjurkan merantau (hijrah) untuk memperbaiki kondisi kehidupannya karena bumi Allah luas dan rezeki-Nya tidak terbatas di suatu tempat, sebagaimana Firman Allah SWT: “Barang siapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak…...” (QS. an-Nisa’:100)

Ajaran Islam, sangat memotivasi seseorang untuk bekerja atau berusaha, dan menentang keras untuk meminta-minta (mengemis) kepada orang lain. Islam tidak membolehkan kaum penganggur dan pemalas menerima shadaqah, tetapi orang tersebut harus didorong agar mau bekerja dan mencari rezeki yang halal sebagaimana hadits Rasulullah SAW yang berbunyi, “Bila seseorang meminta-minta harta kepada orang lain untuk mengumpulkannya, sesungguhnya dia mengemis bara api. Sebaiknya ia mengumpulkan harta sendiri.” (H.R. Muslim). Oleh karena itu, Islam, memberikan peringatan keras kepada yang meminta-minta (mengemis), sebagaimana yang diungkapkan oleh Ibnu Qayyim, bahwa mengemis kepada orang lain adalah tindakan zalim terhadap Rabbul’alamin, hak tempat meminta, dan hak pengemis itu sendiri.

Tindakan zalim terhadap hak Rabbul’alamin artinya meminta, berharap, menghinakan diri, dan tunduk kepada selain Allah. Ia meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya, mempersembahkan sesuatu bukan kepada yang berhak, dan berlaku zalim terhadap tauhid dan keikhlasan. Berlaku zalim terhadap tempat meminta artinya menzalimi orang yang diminta sebab dengan mengajukan permintaan, ia menghadapkan orang yang diminta kepada pilihan sulit antara memuhi permintaannya atau menolaknya. Jika orang itu terpaksa memnuhi permintaanya, ada kemungkinan disertai dengan rasa dongkol. Namun bila tidak memberi, orang itu akan merasa malu. Sedangkan berlaku zalim terhadap diri sendiri artinya seorang pengemis menghina diri sendiri, menghamba bukan kepada Sang Pencipta, merendahkan martabat diri, dan rela menundukkan kepala kepada sesama makhluk. Ia menjual kesabaran, ketawakkalan, dan melalaikan tindakan mencegah diri dari mengemis kepada orang lain.

Islam menuntun setiap orang untuk mendayagunakan semua potensi dan mengarahkan segala dayanya, betapa pun kecilnya. Islam melarang seseorang mengemis sedangkan ia mempunyai sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk membuka peluang kerja yang akan mencukupi kebutuhannya.

Islam mengajarkan, bahwa semua usaha yang dapat mendatangkan rezeki yang halal adalah sesuatu yang mulia, walaupun rezeki itu diperoleh dengan susah payah daripada mengemis dan meminta-minta kepada orang lain. Islam membimbing seseorang agar melakukan pekerjaan sesuai dengan kepribadian, kemampuan, dan kondisi lingkungannya, serta tidak membiarkan si lemah terombang-ambing tanpa pegangan.

Masyarakat Islam, baik penguasa maupun rakyat, diminta untuk mengerahkan segenap potensinya untuk menghilangkan kemiskinan. Mereka harus memanfaatkan semua kekayaan, sumber daya manusia maupun sumber daya alam sehingga akan meningkatkan produksi serta berkembangnya berbagai sumber kekayaan secara umum yang akan berdampak dalam pengentasan umat dari kemiskinan.

Umat Islam diminta bergandengtangan menghilangkan semua cacat yang dapat merusak bangunan masyarakatnya. Masyarakat Islam dituntut menciptakan lapangan kerja dan membuka pintu untuk berusaha (berbisnis). Di samping itu, juga harus menyiapkan tenaga-tenaga ahli yang akan menangani pekerjaan tersebut. Hal ini merupakan kewajiban kolektif umat Islam. Namun, realitas yang ada di masyarakat Islam saat ini sangat jauh dari idealisme yang diajarkan Islam dalam memotivasi seseorang untuk menjadi berhasil dalam kehidupannya.

Faktor utama untuk kembali kepada ajaran motivasi Islam yang berorientasi kepada falah oriented, yakni menuju kemakmuran di dunia dan kebahagiaan di akhirat, adalah membangkitkan kembali semangat ukhuwah islamiyah di antara kita. Hal ini merupakan tugas kita semua secara bersama-sama sebagai umat Muslim yang peduli terhadap keluarga kita umat Islam di seluruh jagad raya agar tidak tertinggal dan dapat “duduk sama rendah berdiri sama tinggi” dengan umat lainnya di muka bumi ini. Dan, terakhir, perlu kita sadari, bahwa Allah SWT tidak akan mengubah nasib kita tanpa kita sendiri mengubah nasib kita, dan oleh karena itu kita harus menjaga dan meningkatkan etos kerja kita agar kita tidak tertinggal oleh yang lain, sebagaimana firman Allah SWT:
“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehinga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri………” (QS.13/ ar-Ra’d: 11)


Penulis: MERZA GAMAL (Pengkaji Sosial Ekonomi Islami)


Jumat, 16 November 2012

Islam Tidak Mengajarkan Kepasrahan Terhadap Nasib


Ada beberapa praktek terhadap ajaran Islam yang dipahami dengan keliru di tengah-tengah umat Islam, antara lain, seperti isltilah “sabar”, “qana’ah” (sikap menerima), “tawakkal” (sikap pasrah), “insya Allah” (jika Allah menghendaki), “zuhud” (anti keduniaan), dan sejenisnya. Istilah-istilah ini dalam pemahaman sehari-hari sering dijadikan landasan hidup, seolah memberikan justifikasi kepada umat Islam terhadap apa yang dilakukan dengan konotasi yang negatif, yakni lamban, terbelakang, kemalasan, dan semacamnya, sehingga pemahaman yang diperoleh adalah kepasrahaan terhadap nasib. Padahal arti yang sebenarnya harus berkonotasi positif, tidak menghambat kemajuan ekonomi dan perkembangnnya, sebagaimana yang diuraikan berikut ini.

(a). Sabar mengandung arti proses menuju keberhasilan yang tidak mengenal kegagalan, karena disertai sikap tangguh, pantang menyerah, teliti, tabah, dan tidak mudah putus asa, namun pemahaman yang terjadi pada umat adalah sabar dianggap sebagai sikap yang tidak cepat-cepat dan perlahan, sehingga identik dengan lamban.

(b). Qana’ah mengandung arti sikap yang jujur untuk menerima hasil sesuai dengan kerjanya, tidak serakah, tidak menuntut hasil yang lebih dengan kualitas kerja yang rendah, tidak iri dan dengki, tidak menghayal di luar kemampuannya, atau dengan kata lain qana’ah berarti produktivitas yang dihasilkan sesuai dengan kemampuan dan tingkat kerja yang dilakukan, tetapi dalam pemahaman umat, qana’ah dipahami sebagai sikap menerima apa adanya dan berkonotasi mudah menyerah, sehingga tuntutan untuk kemajuan dianggap sebagai hal yang tidak perlu.


(c). Tawakkal mengandung arti sikap akhir setelah bekerja dan berusaha keras secara maksimal dan dilakukan berulangkali dengan menyerahkan segala sesuatunya kepada Allah, tetapi dalam pemahaman yang terjadi adalah sikap yang menyerahkan diri dan cita-cita kepada keadaan tanpa perlu adanya suatu usaha maksimal atau sikap fatalis.


(d). Insya Allah mengandung arti kesanggupan seseorang memenuhi janji secara serius dan hanya alasan di luar kekuasaan dirinya yang dapat membatalkan janji tersebut, tetapi dalam pemahaman dan pengamalannya terdapat kekeliruan besar terhadap perkataan insya Allah tersebut, yakni dijadikan alat untuk menghindari atau mengelakkan janji di balik nama Allah.


1353115026406220418
Memahami Kehidupan, Pantang Menyerah Menjemput Rizki nan Halal

(e). Zuhud, mengandung arti meninggalkan hal-hal yang menyebabkan jauh dari Allah atau dipahami sebagai anti keserakahan, namun yang terjadi dalam praktek dipahami sebagai anti keduniaan atau anti harta. Menurut Qardhawi (1977) hadits-hadits yang memuji sikap zuhud bukan berarti memuji kemiskinan, tetapi berarti memiliki sesuatu dan menggunakannya secara sederhana. Orang zahid adalah mereka yang memiliki dunia dengan meletakkannya di tangan bukan di dalam hati. Menurut ajaran Islam, kekayaan adalah nikmat dan anugerah Allah SWT yang harus disyukuri, dan kemiskinan adalah masalah bahkan musibah yang harus dilenyapkan, serta tidak ada satu pun ayat Al Quran yang memuji kemiskinan dan tidak ada sebaris hadits sahih yang memujanya.

Kesalahpahaman terhadap beberapa ajaran Islam tersebut, dinilai para ahli sebagai hal yang membawa kemunduran dalam kehidupan umat Islam. Menurut Chapra (2001) kemunduran umat Islam dimulai sejak abad ke 12 ditandai dengan kemerosoatan moralitas, hilangnya dinamika dalam Islam setelah munculnya dogmatisme dan kekakuan berfikir, kemunduran dalam aktivitas intelektual dan kelimuan, pemberontakan-pemberontakan lokal dan perpecahan di antara umat, peperangan dan serangan dari pihak luar, terciptanya ketidakseimbangan keuangan dan kehilangan rasa aman terhadap kehidupan dan kekayaan, dan faktor-faktor lainnya yang mencapai puncaknya pada abad ke 16 pada masa Dinasti Mamluk Ciscassiyah yang penuh korupsi sehingga mempercepat proses kemunduran tersebut.

Kemajuan dan kemunduran yang dialami oleh umat Islam itu, bukanlah seperti sebuah garis lurus, tetapi naik-turun dan berlangsung beberapa abad lamanya. Berbagai upaya dan usaha telah dilakukan guna menghentikan kemunduran itu, namun karena sebab utama tetap ada, maka kemerosotan terus berlangsung hingga saat ini. Faktor utama untuk menghindari kemunduran tersebut adalah dengan kembali kepada ajaran Islam yang sesungguhnya yang berorientasi kepada falah oriented , yakni menuju kemakmuran di dunia dan kebahagiaan di akhirat. Tugas ini adalah tugas kita semua secara bersama-sama sebagai umat Muslim yang peduli terhadap keluarga kita umat Islam di seluruh jagad raya agar tidak tertinggal dan dapat “duduk sama rendah berdiri sama tinggi” dengan umat lainnya di muka bumi ini. Dan, terakhir, perlu kita sadari, bahwa Rasullullah telah memberikan tauladan terhadap prinsip-prinsip kehidupan yang dapat kita jalankan dalam kehidupan kita semua hingga akhir masa menjelang.

Firman Allah SWT:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharapkan (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS.33/ Al-Ahzab: 21)


Penulis: Merza Gamal (Pengkaji Sosial Ekonomi Islami)

Memasak; Hobby Kreatif yang Memberiku Energi Positif


Memasak merupakan hobby utamaku selain travelling, membaca, dan menulis. Memasak adalah salah satu hobby-ku yang membuatku menemukan banyak ide dan menimbulkan kreativitasku…

Dari kecil (kelas 4 SD) aku sudah sering berkreasi membuat masakan di dapur ibuku. Untung ibuku tak pernah marah jika aku membuat dapurnya berantakan dan persediaan bahan mentah di kulkas dan lemari dapurnya aku gunakan. Besoknya bahan-bahan yang kuhabiskan telah terisi lagi di kulkas dan lemari.

Pada saat kuliah, aku tinggal terpisah dengan keluargaku di daerah Dago Atas Bandung bersama teman-temanku. Di sana aku pun sering mempraktekkan hobby-ku dalam masak memasak. Hasil kreasi masakanku kami makan bersama-sama…

Pada saat sudah berumahtangga, hobby masakku tak surut. Anak-anakku jika aku di rumah sudah menuntut untuk memakan masakanku.
 
1353051327878113356
Memasak juga menjadi sarana kegiatan bersama untuk mendekatkan hubungankeluarga…
 
13530514932077115953
Anakku yang terkecil pun menjadi hobby memasak. Dia ingin punya pabrik cokies kelak…

Memasak bagiku adalah sebuah kegiatan yang menyenangkan yang dapat menimbulkan berbagai ide dan kreativitas….

1353053422377173589
Ket. Photo: Salah satu kreasi masakanku, alkulturasi kue Melayu dengan Barat, Brownies Kemojo…

Senin, 12 November 2012

Prasati Peninggalan Kolonial yang Tak Terawat



Ternyata di daerah Tanah Abang Jakarta ada sebuah taman bekas pemakaman kolonial Belanda. Tempat itu dahulu dikenal sebagai Kebon Jahe Kober. Pemakaman itu berdiri sejak tahun 1795, dan diperuntukkan bagi para bangsawan dan pejabat tinggi Belanda pada masa VOC berkuasa di Batavia. Pada tahun 1975, pemakaman ini ditutup dan jenazah-jenazah yang ada di pemakaman ini dipindahkan ke pemakaman lain, bahkan ada yang dibawa ke negeri Belanda.


Walaupun jenazah-jenazah yang ada di Pemakaman Kebon Jahe Kober ini dipindahkan, namun sebagian prasasti-prasasti pemakaman tetap ada di lokasi tersebut. Pemakaman ini dipugar pada tahun 1977 oleh Gubernur DKI saat itu, Bang Ali Sadikin dan dijadikan Museum Taman Prasasti. Museum Taman Prasasti menjadi bukti sejarah sisa taman pemakaman umum dari akhir abad ke 18. Taman ini menyimpan koleksi nisan-nisan makam abad ke 16 dan ke 17 yang bernilai seni tinggi. Namun sayang, sepertinya taman ini tak terawat, padahal prasasti atau nisan-nisan itu merupakan benda-benda seni yang dibuat oleh tangan-tangan terampil di abad ke 16-18.


Andaikan Taman Prasasti ini terawat, pasti bisa menjadi asset wisata Jakarta yang akan menarik wisatawan mancanegara. Apabila kita lihat di luar negeri, dengan peninggalan yang sedikit atau keindahan alam yang tak seberapa, tapi pemerintah mereka berhasil menyulap peninggalan atau tempat tersebut menjadi menarik dan dijual ke wisatawan mancanegara. Saya pun berangan-berangan menyaksikan keindahan benda-benda seni yang terawat di negeri sendiri…

Selasa, 06 November 2012

Anak-Anakku, Titipan Sang Pencipta


Alhamdulillah aku dikarunia 3 anak yang menggemaskan, setelah aku & isteriku lama menunggu kehadiran mereka. Isteriku mengalami 5 kali kegagalan dalam kehamilannya. Mungkin karena itu kami begitu sayang dan mencemaskan setiap perkembangan mereka di lingkungan yang serba permisif seperti saat ini.

Si sulung, Viga Sakina Ramadhanty, hadir setelah sekian lama ditunggu dan bunda berkali-kali harus merelakan kakak-kakaknya dikeluarkan dokter karena tidak berkembang di bulan keempat atau bulan kelima dalam kandungan.

Kemudian hampir 4 tahun kemudian lahir si jagoan M. Virza Fathullah. Lengkaplah buah hati kami sepasang. Di antara kelahiran Viga dan Virza, bunda masih sempat mengalami kehamilan tak berkembang seperti masa-masa Viga belum lahir.

Kami sangat bersyukur telah memperoleh sepasang buah hati, dan saat itu kami sudah tidak punya keinginan lagi untuk menambah buah hati karena kami sadar betapa besar cobaan dan rintangan yang kami lewati untuk meperoleh sepasang buah hati kami yang kata orang-orang menggemaskan dengan wajah cantik dan tampan.


Kami sangat bersykur kepada-NYA... Tapi,Allah berkehendak lain. 3 tahun kemudian kami pun mendapatkan kembali seorang buah hati. Buah hati yang kami peroleh tanpa berusaha, tanpa biaya besar, tanpa perawatan khusus seperti kedua kakaknya. Dialah Vimel Rafifa Qonita yang biasa dipanggil Meme..... Anak yang lucu dan kepintarannya di atas rata-rata. Kami sangat bersyukur atas tambahan titipan itu.


Dari sini kami mendapatkan hikmah, bahwa tidak ada satu pun yang tidak mungkin di jalan Allah. Tidak ada satu pun yang bisa merintangi jika DIA sudah berkehendak.

Kini kami senantiasa berdoa kepadaNYA, " Ya Allah mampukanlah kami membesarkan anak-anak kami dengan kasih-sayang MU. Semoga mereka kelak dapat menjadi tauladan bagi lingkungannya..."